Sebagai mahasiswa pascasarjana Manajemen Pendidikan, mempelajari sistem, metode dan manajemen pendidikan merupakan hal biasa yang dilakukan didalam setiap proses perkuliahan. Bukan tanpa alasan yang pada akhirnya saya memutuskan untuk fokus mempelajari manajemen pendidikan. Bagi saya, ilmu pendidikan menjadi sangat penting dipelajari untuk dapat mengerti konsep pendidikan secara utuh, komprehenship. Pendidikan adalah pilar peradaban umat manusia. Dengan pendidikanlah banyak lahir para ilmuan, cendikiawan, politisi, ekonom, sosiolog, psikolog dan hampir semua lini kehidupan yang ada. Pendidikan menjadikan manusia semakin beradab. Demikian pentingnya pendidikan dan ilmu tersebut, Allah dan Rasul-Nya banyak menjelaskan baik dalam al-qur’an maupun al-hadist. Banyak kita jumpai, baik hadist maupun firman Allah yang menjelaskan tentang urgensi ilmu dan pendidikan bagi ummat manusia. Dalam Qs. Al-Mujadalah:11 Allah berfirman:
  
…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…”. (Qs. Al-Mujadalah: 11)

juga sabda Rasul dalam hadistnya:
  
Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah)
  
Imam syafei, ulama besar ummat muslim juga pernah berujar:

Barangsiapa menginginkan dunia, maka harus dengan ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat, maka harus dengan ilmu. Dan barangsiapa menginginkan keduanya, maka harus dengan ilmu” (Imam Syafei)

Beberapa dalil, hadist dan Firman Allah yang saya kemukakan diatas adalah sebagian kecil dari banyak anjuran tentang menuntut ilmu dan pendidikan. Demikian pentingnya ilmu dan pendidikan, kajian ini tidak bisa dibuat main-main oleh para pemerhatinya. Pendidikan hendaknya dibuat, dibangun dan dilakukan oleh para profesional, dan kompeten dibidangnya. Salah memberikan pendidikan pada generasi penerusnya sama dengan mempersiapkan generasi yang akan merusak diri, lingkungan dan bahkan agamanya sendiri. Oleh karenyanya pendidikan menjadi kajian penting selama proses peradaban manusia berlangsung. Selama manusia itu ada dimuka bumi ini, selama itu pulalah pendidikan itu akan terus ada. Demikian beberapa pertimbangan saya akhirny memutuskan untuk konsen pada bidang ini.
Disisi lain, sebagaimana salah satu alasan saya memutuskan untuk mengambil konsentrasi pendidikan sebagai basis keilmuan saya diatas, adalah ingin mempelajari manajemen pendidikan secara komprehenship, utuh. Saya betul-betul ingin mempelajari dan menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya dalam pendidikan yang selama ini menjadi pertanyaan besar saya dalam hidup. Apa itu pendidikan?, Kenapa harus pendidikan?, bagaimana konsepsi pendidikan yang saat ini berkembang di indonesia maupun di dunia internasional?, darimana konsep-konsep pendidikan tersebut lahir?, bagaimana kurikulum tersebut terbentuk?, bagaimana implementasinya dalam realita dalam pendidikan di lapangan?, dan segudang pertanyaan-pertanyaan lain saya dalam bidang pendidikan lainnya.
Namun demikian, semakin saya mempelajari konsepsi pendidikan yang saat ini berkembang dan banyak digunakan oleh para pakar pendidikan adalah konsepsi barat yang tidak dapat memuaskan hasrat pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan yang saya pelajari. Konsep-konsep pendidikan yang saya pelajari pada akhirnya terhenti pada sebuah tataran konsep tanpa makna, sebuah konsepsi tanpa mampu memberi jawaban atas problematika pendidikan yang saat ini berkembang, dan justru sepertinya konsep pendidikan saat inilah yang melahirkan masalah-masalah dalam tubuhnya sendiri. Kenapa saya mengatakan demikian?, mari kita lihat, Generasi tawuran, generasi sex, generasi pembohong, generasi amoral, generasi gamers dan realitas peserta didik yang terjadi pada saat ini menunjukan bahwa pendidikan belum mampu memberikan jawaban atas problematika diatas. Ya, meski banyak yang mengatakan banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut terjadi, namun tetap pendidikan menjadi faktor utamanya. Bisa jadi selama ini mereka salah dididik, bisa jadi pula pendidikan saat ini yang salah. Pendidikan saat ini nampaknya sudah keluar jauh dari relnya, sudah keluar jauh dari tugas fungsi utamanya. Ini menjadi PR besar bagi mereka para pemerhati pendidikan, ini pula menjadi tugas besar bagi semua pihak untuk mengembalikan nilai pendidikan itu pada fungsi awalnya, yaitu membentuk manusia beradab.
Dalam setiap literatur-literatur pendidikan yang dipelajari hampir di setiap lembaga pendidikan tinggi pendidikan adalah literatur-literaur barat. Tentu demikian tidaklah salah, karena pada hakikatnya selama ilmu itu memberi manfaat bagi banyak orang, ilmu itu tidak salah dan tidak salah pula kita pelajari. Namun hendaknya kita pula harus lebih berhati-hati dalam menerima sebuah keilmuan, apalagi ilmu yang banyak berdampak bagi banyak orang. Salah saja kita mempelajarinya, kemudian kita sampaikan pada yang lainnya, maka hal tersebut akan menjadi bumerang bagi kehidupan manusia lainnya. Saya analogikan seperti seorang anak yang belum mengetahui kebenaran dan kebatilan diberi sebuah pisau oleh seorang pembunuh yang kemudian si pembunuh memberinya ia pengetahuan menggunakan pisau tersebut untuk membunuh orang, kemudian anak tersebut menelannya mentah-mentah. Ia menyakininya bahwa yang disampaikan oleh si pembunuh tersebut benar tanpa menanyakan pada orang tua atau orang baik dalam lingkungan terdekatnya, kemudian ia memberi tahu teman-temannya sama seperti yang disampaikan oleh si pembunuh padanya, maka bukan mustahil jika pisau tersebut akan digunakannya untuk membunuh banyak orang, bahkan bisa lebih dari itu.
Oleh karenanya, akan lebih baik jika keilmuan yang kita pelajari di-tabayun­-in terlebih dahulu, apalagi pendidikan yang akan banyak bersentuhan langsung dengan banyak orang. Ada empat hal yang sering dimasuki oleh konsepsi barat yang akan menghancurkan generasi ummat terdidik. Pertama pendidikan, kedua psikologi, tiga kesehatan dan empat teknologi. Dari empat hal itulah paham-paham yang tidak baik akan menghacurkan generasi penerus ummat. Maka berhati-hatilah!.
Kembali pada apa yang saya sampaikan bahwa sebagian besar literaur-literatur yang saat ini berkembang dalam dunia pendidikan adalah konsepsi-konsepsi barat. Nama tokoh-tokoh seperti John Dewey, Ivan Pavlov, Johann Heinrich Pestalozzi, Jean Piaget, dan Friedrich Wilhelm Augus Frobel adalah sederat nama yang tidak asing dalam dunia pendidikan internasional. Nama-nama tokoh itulah yang menjadi rujukan utama hampir disetiap lembaga pendidikan, tidak terlepas di indonesia. Namun apakah kita mengenal mereka, latar belakang mereka, dan benarkah konsepsi pendidikan yang di gaungkan selama ini?.
Ivan pavlov dikenal sebagai tokoh behavioristik, tokoh psikologi pendidikan dengan eksperimennya yang terkenal pada anjing yang kemudian diterapkan dalam pendidikan sebagai teori stimulus-respon. Pada awal saya menerima teori ini nampak seperti baik dan benar dalam pendidikan, namun nalar saya membawa pada sebuah teori yang tidak bisa diterima oleh logika berpikir saya. Alasan sederhana saya hanya pada ekperimen yang dilakukannya. Selain latar belakang pendidikan, pakar dan keahlian pavlok dalam pendidikan yang juga membuat saya kemudian berpikir ulang, mengkaji ulang kebenaran teorinya. Eksperimen yang dilakukan pada anjingnya tidaklah bisa dijadikan sebagai teori pendidikan yang kemudian diaplikasikan pada manusia sebagai subjek pembelajaran. Jelas bahwa binatang tidaklah sama dengan derajat manusia. Apalagi dijadikan sebagai landasan melaksanakan proses pendidikan.
Frobel dikenal sebagai tokoh kindegarten (taman kanak-kanak) dalam dunia pendidikan. Frobel adalah anak dari tokoh pendeta terkemuka di jerman, ia terlahir sebagai anak tidak terurus oleh orang tuanya dan Ia  hidup dengan pamannya. Taman kanak-kanak lahir sebagai wujud aktualisasi ia sebagai anak yang hidup dalam tekana orang tuanya. Sehingga ia membuat sebuah konsep pendidikan yang kita kenal saat ini taman kanak-kanak dengan selogannya bermain sambil belajar, dan belajar melalui bermain. Nampaknya konsep ini baik dalam pendidikan anak, namun pada akhirnya melahirkan anak-anak yang “liar” dalam pengetahuan dan etika.
Johann Heinrich Pestalozzi disebut sebagai bapak sekolah dasar. Ya, ialah yang menggagas konsep ini. Pestalozzi merupakan anak yang tidak begitu tertarik dengan tugas-tugas belajar yang menggunakan metode menghafal. Ia lebih berminat dengan tugas-tugas yang menggunakan daya imajinasi. Implikasi konsep pendidikan adalah kurikulum yang berpusat pada alam imajinasi anak-anak. Konsep ini menyatakan bahwa anak pada usia SD tidak untuk mempelajari, menghafal sebuah ilmu. namun pada proses bermain, menganalisa dan mendemonstrasikan ilmu. konsep ini mengatakan bahwa menghafal akan memberatkan dan merusak sistem, daya ingat dan kemampuan berpikir anak. Sehingga banyak sekarang SD yang berkiblat pada konsep ini. Padahal dalam islam, konsepsi pendidikan dasar yang harus ditanamkan adalah menghafal sebelum menganalisa dan mendemonstrasikan ilmu. lihatlah para ilmuan muslim dulu, para ulama besar islam dulu yang sedari usia kanak-kanak sudah banyak hafal al-qur’an, hadist bahkan kitab-kibat ulama pendahulunya. Sebut saja imam syafei yang sudah hafal al-qur’an sejak usia tujuh tahun. ibnu sina yang menjadi ahli kedokteran di usia 17 tahun dan ulama-ulama besar islam lain yang justru sedari kecil sudah terbiasa dilatih dengan ilmu.
Selain tiga konsep pendidikan yang saya sebut diatas, yang akhirnya membuat saya berpikir kembali tentang problematika yang terjadi dalam dunia pendidikan kita saat ini adalah kerangka berpikir ilmiah yang menjadi rujukan utama para kademisi. Segala sesuatu perlu dipelajari berdasarkan metode ilmiah, jika tidak ditemukan maka dengan berfikir rasional jika tidak juga ditemukan maka lihatlah ayat Al-qur’an. Kerangka berpikir ini mengajak kita untuk menerima sesuatu jika berdasarkan hasil penelitian, dan menyampingkan ayat-ayat Allah, dan Hadist nabi. Jika sebuah kebenaran yang disampaikan oleh al-qur’an dan hadist, kebenaran itu menjadi tidak menarik dan terkesan hal biasa bahkan seperti tidak percaya. Namun jika kebenaran itu hasil sebuah penelitian, nampaknya kita meyakini bahwa itu adalah sebuah kebenaran. Jika hal ini terus tertanam dalam diri kita, lambat taun iman ini akan terkikis dan kitab suci kita berpindah ke hasil penelitian. Maka jika kita perhatikan di dunia pendidikan, baik sekolah, perguruan tinggi mereka akan mengedepankan penelitian. Mahasiswa dituntut untuk meneliti dan menyampingkan kebenaran yang disampaikan al-qur’an.
Belum lagi doktrinisasi HAM yang terus digaungkan dalam pendidikan yang mengkungkung, membatasi pelaksanaan pendidikan. Sebentar-sebentar HAM, sebentar-sebentar HAM. Anak di pukul HAM, anak dicubit HAM. Padahal Rasul mengajarkan untuk memukul seorang anak yang sudah baligh tidak melakukan solat.
Pada sisi lain islam sudah menjawab perkara-perkara yang saya kemukakan jauh sebelum teori-teori tersebut muncul. Lihatlah firman Allah dalam surat luqman ayat 12-19 yang menjelaskan bagaimana luqman mangajari anaknya. Luqman bukanlah seorang nabi dan rosul, namun namanya diabadikan dalam al-qur’an karena kemulyaannya mendidik anak. Belum lagi pada surat al-baqoroh ayat 129,151, surat ali imron ayat 164, dan al-jumuah ayat 2. Allah sudah mengisyaratkan konsepsi pendidikan yang sangat agung yaitu konsep pendidikan yang diawali dengan “tilawah, tazkiyah dan ta’lim” yang pada akhirnya bermuara pada pengenalan dzat-Nya. Belum lagi pendidikan rosul terhadap para sahabatnya. Bagaimana rasul mendidik para sahabatnya bahkan seluruh ummatnya. Semua konsep-konsep pendidikan itu sudah lengkap dan ada. Problematika pendidikan saat ini dikarenakan para peserta didik tidak dikenalkan dengan Allah, dengan Al-qur’an, dan dengan solat. Kegersangan iman itulah yang menlahirkan banyak masalah dalam pendidikan kita saat ini. Coba kita perhatikan, bukankah masalah akhlak, etika anak-anak di pesantren sudah beres jauh sebelum pemerintah mengembor-gemborkan pendidikan karakter. Semua justru lahir dari jauhnya anak-anak dari Allah, qur’an dan solatnya. Pendidikan saat ini mencoba menjauhkan itu semua dari diri anak sehingga berdampak pada perilaku perkembangan anak.
Semoga para pemerhati pendidikan, para akademisi, para cendikiawan muslim dapat memikirkan, mengkaji ulang tentang konsep pendidikan bangsa ini. Saatnya mengembalikan sistem pendidikan ini pada jalurnya yang benar, pada ajaran al-qur’an dan assunah. Wallahu a’lam.
Labels: ,

Posting Komentar

Author Name

{picture#https://photos.google.com/photo/AF1QipPhwXqnQPZt7roDvDRN1IYTUDAUIbcEWi69thWv} Selamat Datang dan Selamat Membaca di Suhe's Blog. Blog ini saya buat sebagai tempat belajar dan berbagi. Karena kewajiban seorang muslim adalah untuk terus belajar, dan seorang muslim terbaik adalah yang bermanfaat bagi sesamanya. Semoga memberi manfaat :) {facebook#https://www.facebook.com/akhi.suhe} {twitter#https://twitter.com/suhe_20} {google#https://plus.google.com/u/0/115152556635352635251}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.