Dalam proses hidup umat beragama, tentulah semua sepakat bahwa setiap
agama memiliki Tuhan yang di sembah, Tuhan tempat menggantungkan semua harapan
dan problematika hidup, Tuhan tempat meminta semua harapan dan doa. Sedari dulu
sejak agama-agama itu lahir semua memiliki Tuhan yang diyakininnya sebagai dzat
yang maha besar. Dalam islam, semua tentulah sepakat bahwa Allah-lah Tuhan
semesta alam, Allah yang menciptakan dunia ini dan seisinnya, Allah yang
menciptakan dan mematikan hidup setiap maklhuk di dunia, Allah yang memiliki
kemahaagungan diri sehingga diyakini oleh ummat muslim sebagai Tuhan tempat
kembali dirinya sebagai makhluk bertuhan. Namun dalam realitanya, Tuhan tidak dikenalnya
sebagaimana ia mengenal kesibukan duniawinya, Tuhan tidak dikenal sebagaimana
ia mengenal orang-orang terdekatnya. Tuhan hanya dikenalnya saat susah, Tuhan
ada dalam hatinya saat gundah. Ia (Allah) jarang ditemukan disetiap hati
manusia yang mengaku dirinya muslim disaat bahagia, sukses dan berkecukupan
materi. Tentu tidaklah salah Allah dikenal disaat sempit, susah, dan gundah gulana,
karena Allahlah tempat muara semua amal. Namun, Allah tidak untuk dikenal saat
itu saja, Allah tidak untuk disembah saat kondisi itu saja. Allah sebagai Tuhan
ummat muslim untuk disembah, dipinta dan dikenal setiap saat, saat lapang
maupun saat sempit, saat bahagia maupun sedih, saat susah maupun senang. Allah
seharusnya ada dalam hati setiap muslim setiap saat, setiap waktu, tidak terbatas
oleh ruang dan waktu. Karena, terlalu kecil jika adanya Allah masih tersekat
oleh ruang, waktu dan kondisi. Igfirlana ya Rabb.
Demikianlah yang terjadi saat ini dalam
kehidupan kita sehari-hari. Kesibukan duniawi telah membawa kita lupa pada yang
memiliki dunia. Orang-orang dengan ringan menanggalkan ibadahnya hanya untuk
urusan dunia yang kecil, demikian pula pada larangan-larangan yang dengan
ringan dikerjakan hanya untuk kesenangan sesaat. Sedang perintahnya enggan
dikerjakan dengan beribu bahkan berjuta alasan. Mereka seperti tidak mengenal
perintah dan larangan Tuhan, mereka seolah tidak mengenal Tuhannya yang telah
mengajarkannya melalui kalam-Nya, Al-Qur’an dan sabda nabinya dalam hadist. Ini
barulah sepenggal fenomena yang terjadi dalam realita kehidupan kita, Belum lagi
dalam urusan-urusan tauhid, aqidah, ibadah dan lainnya yang mencerminkan
sebagai makluk beragama namun seakan tidak mengenal Tuhan yang telah menciptakan
dirinya, dunia dan seisinya. Fenomena-fenomena tersebut juga mungkin terjadi
pada diri kita yang sering lupa akan keberadaan Tuhan, sebagaimana juga terjadi
pada saya yang hidup jauh dari Tuhan, hidup jauh dari rahmat al-quran, dan
hidup yang jauh dari Nuur-Nya.
Posting Komentar