Beberapa waktu yang lalu saya memposting sebuah tulisan bagaimana islam menjawab soal pendidikan. Artikel itu saya tulis sebagai sebuah ungkapan pencarian makna pendidikan yang selama ini saya pelajari di dunia kampus. Ada beberapa yang menanggapi positif dan sebagian mempertanyakan. Adalah sebuah kewajaran adanya pro-kontra dalam setiap kontek permasalahan, karena setiap orang melihat dari sudut pandang yang berbeda-beda.
Sebagaimana saya tuliskan pada artikel sebelumnya soal pendidikan dari kacamata islam, pendidikan modern saat ini berkiblat pada konsep pendidikan barat. Standarisasi ke-modern-an pendidikan pun dinilai dari sudut pandang pendidikan barat. Sehingga tidak jarang dijumpai di setiap lembaga pendidikan modern saat ini yang menggunakan konsep pendidikan barat. Mulai dari filsafat pendidikannya, kurikulumnya, sampai pada motode pendidikannya menginduk pada konsep pendidikan barat. Hal demikian dikarenakan filsafat pendidikan indonesia dewasa ini nampak seperti filsafat pendidikan progresivisme/pragmatisme yang bersumber dari barat (Amerika). Aliran ini berpandangan bahwa kebenaran tidak hanya pada konsep ide, teori dan dalil. Kebenaran itu dipandang sebuah kebenaran jika sesuai dengan realitas, atau suatu keterangan akan dikatakan benar jika kebenaran itu sesuai dengan kenyataan, atau bisa disebut juga kebenaran itu dipandang benar jika memberi manfaat bagi kehidupan. Paham ini lahir pada awal abad 19 dengan tokohnya yang terkenal; John Dewey dan William James. Proses pendidikan progresivisme/pragmatisme menekankan pada siswa sehingga sering kita kenal dengan istilah students oriented. Kurikulum pada paham ini adalah kehidupan itu sendiri, sehingga kurikulum pada paham ini merujuk pada kehidupan siswa pasca studi. Siswa diberikan kebebasan mengembangkan minat dan bakatnya, pendidik (guru) hanya sebatas sebagai fasilitator untuk menghantarkan siswa pada apa yang diminatinya. Paham ini menjadi rujukan utama pada era pendidikan modern dewasa ini. Hampir semua negara berkiblat pada filsafat pendidikan ini, tak ayalnya Indonesia.
Jika kita lihat dan bedah kurikulum 2013 yang digunakan oleh bangsa Indonesia saat ini, mirip seperti aliran filsafat tersebut. Meskipun ada sebagian yang mengatakan K13 menggunakan filsafat elektik (mengambil dan menggabungkan yang baik dari berbagai aliran filsafat). Namun, sebagian besar sistem pendidikan indonesia mengambil konsep pendidikan dari filsafat progresivisme. Hal ini dapat dilihat dari beberapa konsep pendidikan K13 yang mirip dengan alirah filsafat tersebut. Seperti; (1) Pembelajaran menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan dimana saja adalah kelas, (2) dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif, (3) dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggu menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi, dan (4) dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber. Dari beberapa alasan di atas, nampaknya pendidikan Indonesia belum memiliki filsafat pendidikan yang asli Indonesia. Filsafat pancasila yang konon sebagai filsafat bangsa Indonesia pun belum diturunkan pada semua sektor kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam hal pendidikan. Semboyan Tut Wuri Handayani pun seolah menjadi sebatas selogan. Berbagai permasalahan pendidikan pun kian bermunculan, dari mulai menurunkan moral peserta didik, hilangnya nilai kejujuran, kekerasan dan problematika lainnya yang mengganggu keberlangsungan pendidikan itu sendiri.
Melihat berbagai masalah demikian itu, seolah pendidikan belum memberikan dampaknya pada moralitas warga bangsa ini. Sepertinya kiblat pendidikan bangsa ini pun belum mampu menjawab tantangan pendidikan yang dapat melahirkan manusia seutuhnya. Jika sudah demikian, nampaknya kita harus belajar dari kebesaran pendidikan islam di masa lalu, bagaimana Spanyol Islam memberikan pengaruh besar terhadap keberlangsungan peradaban manusia bumi, bagaimana pendidikan islam telah mampu melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar di masanya.
****
Belajar dari Spanyol Islam
Spanyol islam telah menjadi pusat peradaban dunia selama lebih dari tujuh setengah abad. Kegemilangan pendidikan yang diperkenalkan dunia Islam di Spanyol pada masa kekuasaannya telah menyadarkan Barat akan ketertinggalannya saat itu. Kehadiran dan perkembangan kebudayaan serta peradaban yang dikembangkan Spanyol islam bukan saja telah memberikan warna dan ketinggian peradaban dunia islam, bahkan kehadirannya juga telah memainkan peranannya dalam membidangi dan memberikan konstribusi yang besar terhadap kebangkitan Eropa pada abad pertengahan dari tidurnya yang panjang. Sebagaimana halnya dengan Baghdad yang menjadi pusat kebudayaan dan peradaban islam di Timur saat itu yang memberi banyak konstribusi pada peradaban manusia. Spanyol telah menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan Islam di belahan Barat. Sehingga kondisi itu membuat Eropa harus berkiblat pada semua aspek kebudayaan manusia kepada Spanyol Islam. Apa yang membuat Spanyol Islam menjadi pusat peradaban dunia waktu itu, karena Spanyol Islam memperhatikan betul pada aspek pendidikan dalam membangun peradaban warganya, utamanya pada pendidikan agama, akhlak dan pendidikan ilmu akal. Aspek utama pendidikanya adalah pada pendidikan agama dan akhlak yang baru kemudian disusul dengan pendidikan ilmu akal seperti matematika, kedokteran, fisika, astronomi dll. Metode pendidikan formal yang digunakannya adalah metode ceramah, diskusi dan menghafal. Sedang pada pendidikan nonformalnya dengan menggunakan metode halaqah.
Pada pendidikan formal, guru (Dosen) duduk di atas podium. Ia memberikan materi pelajaran, setelah itu guru menerangkan secara jelas. Kemudian materi itu didiskusikan bersama. Para pelajar diberikan kebebasan untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat, bahkan diperkenankan berbeda pandangan dengan gurunya, asal mampu menunjukan bukti kebenaran pendapatnya. Kesimpulan dari diskusi tersebut kemudian mereka catat, khususnya pada materi yang terbatas buku cetakannya. Selain itu juga pelajar diminta menghafalnya, mengulangi lagi apa yang dihafalnya, dianalisis, dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pada metode pendidikan nonformal, menggunakan metode halaqoh sebagaimana pendidikan pada masa Rosulullah dan para sahabat sampai pada masa khulafaurosyidin. Posisi guru berada di antara para muridnya, kemudian menyampaikan materi secara rinci dan kemudian dilanjutkan dengan diskusi, tanya jawab dan akhiri dengan kesimpulan yang disampaikan oleh gurunya. Metode ini merupakan metode pengajaran yang telah membumi di Spanyol Islam. Hal demikian karena sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan halaqoh, kuttab, dan madrasah merupakan pendidikan pertama dalam islam yang rasul contohkan pada ummatnya.
Bila pendekatan di atas dianalisis lebih lanjut, terlihat sungguh adaptik, demokrasi, dan tidak bersifat monoton atau absolut. Antara guru dan peserta didik terjalin hubungan yang harmonis, murid mengormati (ta’dzim) pada guru, upaya belajar tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, pembelajaran syarat dengan dunia akademik. Selain metode yang apik yang dikembangkan oleh Spanyol Islam saat itu, pendidikan Spanyol Islam juga dilengkapi dengan perpustakaan. Pada masa khalifah Abdurrahman III (912-961) membangun perpustakaan  di kota Granada hingga mencapai 600.000 jilid buku. Upaya yang sama juga dilakukan oleh Khalifah Al-Hakam II (961-976) yang membangun perpustakaan terbesar di seluruh Eropa waktu itu. Kultur pendidikan telah membawa peradaban Spanyol Islam pada masa keemasannya, sehingga menjadi pusat peradaban dunia. Sehingga tak ayal bermuculan tokoh-tokoh besar islam pada masa itu. Sebut saja Ibnu Rusyd (520-595) seorang pengikut aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam islam. Ibnu Khaldun seorang sejarawan, Al-Khawarizmi panemu aljabar. Dalam bidang sain dikenal tokoh Ar-Razi yang menemukan rumusan klasifikasi binatang, tumbuhan dan numerial. Dia juga yang meletakan dasar ilmu kimia, dan beberapa tokoh lainnya yang bermunculan di era ini. Tidak dipungkiri bahwa Spanyol Islam telah menginspirasi Eropa dan bangsa barat dalam peradaban manusia.
Melihat dari bangunan besar Spanyol Islam di masa kejayaanya tersebut, hendaknya kita belajar dan mengambil pelajaran penting dalam upaya membangun peradaban bangsa yang besar. Hendaknya kiblat pendidikan dikembalikan pada pendidikan Timur yang menekankan pada aspek agama, akhlak yang kemudian disusul dengan ilmu akal. Jika selama ini pendidikan kita berkiblat pada konsepsi barat, kenapa kita tidak mau belajar dari kebesaran Spanyol Islam di masa lalu?. Jika kita beranggapan spanyol islam dulu adalah milik orang-orang islam dengan basis agamanya, Spanyol Islam justru lahir atas kepiawaian tiga heroik islam (Tharif Ibn Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa bin Nusair) menaklukan spanyol yang kala itu bukan islam. Spanyol islam tidak hanya dihuni oleh ummat muslim saja, Spanyol Islam layaknya Indonesia yang memilki beragam kepercayaan. Spanyol Islam hadir memberikan kedamaian, ketenangan dan peradaban Spanyol kelam yang sangat memperhatinkan. Pendidikan tidak hanya bicara soal agama, namun juga pendidikan bicara soal kebudayaan umum ummat manusia, dan islam memiliki itu. Kita tidak usah alergi dengan konsepsi pendidikan islam, islam tidak hanya bicara soal agamanya saja, namun islam juga konsepsi pendidikan yang baik di dalamnya. Indonesia memang bukan negara islam, namun Indonesia juga bukan milik agama bangsa lain. Jika agama lain dengan mudahnya kita terima konsepsi pendidikannya, kenapa kita alergi dengan konsepsi pendidikan yang islam miliki. Tidakkah islam memiliki konsepsi pendikan itu, tidakkan islam memiliki jawaban atas permasalahan pendidikan saat ini. Sungguh tidak demikian, islam memberikan jawaban atas semua problematika ummat manusia. Islam hadir untuk memberi rahmat.
  Jika saat ini terjadi degradasi dan dekadensi moral di kalangan pelajar dan remaja, itu karena mereka dijauhkan dari nilai-nilai agamanya. Selama mereka dijauhkan dari nilai-nilai agamanya, selama itu kerusakan moral bangsa ini terjadi. Selama pelajar tidak dikenalkan dengan pendidikan akhlak, etika dan moral selama itu juga pendidikan bangsa ini tak kunjung usai. Pendidikan tidak sebatas menyoalkan ilmu pengetahuan namun menyoalkan aspek emosional dan spiritual siswa. Pengetahuan akan mudah dibangun, ketika selesai pada urusan agama dan akhlaknya. Mari kita lihat kebelakang, bukankah bangsa ini pun dibesarkan dengan pendidikan pesantren, surau dan madrasah yang basisnya pada pendidikan agama dan akhlak?, bukankah pendidikan-pendidikan itu lahir jauh sebelum pendidikan modern saat ini lahir, dan problematika pendidikan saat ini selesai jauh sebelum modernitas pendidikan saat ini? Tidakkah kita mengambil pelajaran dari semua itu, sejarah tidak kemudian kita sebut sebagai masa lalu, namun sebagai pelajaran yang sudah banyak memberi bukti keberhasil pendidikan masa lalu. Wallau a’lam.

Labels:

Posting Komentar

Author Name

{picture#https://photos.google.com/photo/AF1QipPhwXqnQPZt7roDvDRN1IYTUDAUIbcEWi69thWv} Selamat Datang dan Selamat Membaca di Suhe's Blog. Blog ini saya buat sebagai tempat belajar dan berbagi. Karena kewajiban seorang muslim adalah untuk terus belajar, dan seorang muslim terbaik adalah yang bermanfaat bagi sesamanya. Semoga memberi manfaat :) {facebook#https://www.facebook.com/akhi.suhe} {twitter#https://twitter.com/suhe_20} {google#https://plus.google.com/u/0/115152556635352635251}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.