“Kita tidak bisa memaksa waktu untuk
berjalan lambat | yang harus kita lakukan adalah mempercepat laju pertumbuhan
diri ”
***
Sedari
dulu waktu sudah berlangsung seperti saat ini, bahkan saat kita tiada pun dulu,
waktu sudah ada. Waktu diciptakan Tuhan beringingan dengan penciptaan alam raya
ini, dunia dan seisinya. Waktu memiliki banyak sejarah ummat manusia dan dunia
ini. Waktu juga mencatat banyak peristiwa dalam kehidupan ummat beragama. Waktu
yang berlalu akan menjadi sejarah yang tak bisa diulang, waktu yang berlangsung
adalah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri, dan waktu yang akan datang menjadi
sebuah harapan. Waktu menjadi sangat penting bagi keberlangsungan ummat manusia
di dunia. Manusia pun hidup diciptakan beriringan dengan waktunya, maka saat waktunya
berakhir, hidupnya pun akan berakhir. Begitu sangat pentingnya waktu bagi ummat
manusia, Tuhan banyak menyebut dalam kalam-Nya. Demi Masa, Demi Waktu Duha,
Demi Waktu Fajar, Demi waktu Malam. Dari waktu yang Tuhan ciptakan semuanya
tersebut dalam kalam-Nya.
Kenapa
demikian pentingnya Tuhan menyebut waktu-waktu-Nya dalam Al-Qur’an?, adalah menjadi
sebuah perenungan bagi kita sebagai hamba-Nya. Tentu ada maksud dan tujuan yang
Tuhan siratkan dalam kalam-Nya sebagai warning bagi manusia untuk hidup
berdamai dengan waktu. Mempergunakannya dengan amalan baik, dan melaluinya
dengan “sejarah”. Waktu akan terus berjalan sesuai dengan ketetapan dan ketentuannya.
Kita tidak bisa memaksanya untuk maju atau mundur, apalagi memintanya untuk
berhenti. Hal yang harus kita lakukan adalah dengan mempercepat laju
pertumbuhan diri kita. Jika kita tidak mampu mengiringi proses perjalanannya,
maka kita pun akan tertinggal oleh kecepatan lajunya. Begitupun dengan
amalan/aktifitas, jika kita tidak melaluinya dengan amalan baik, maka akan
terisi dengan amalan yang tidak baik. Bukankah waktu hanya mencatat orang-orang
“hebat” yang bisa berdamai hidup denganya?, bukankah pula waktu yang menuliskan
orang-orang “biasa” yang tidak bisa berdamai hidup denganya?. Akan selalu ada
dua pilihan dalam berdamai dengannya; (1) sekarang atau nanti, (2) baik atau
buruk. Artinya, saat kita memilih untuk melakukan, berbuat, dan bertindak
sekarang, kita memilih untuk berjalan beriringan dengannya, begitu sebaliknya. Juga
saat kita memutuskan untuk melakukan, berbuat, dan bertindak baik, kita memilih
untuk mengisinya dengan kebaikan, begitu sebaliknya.
Namun
demikian, juga akan selalu menjadi pasangan yang selalu berdampingan antara;
(1) sekarang-baik, (2) sekarang-buruk, (3) nanti-baik dan (4) nanti-buruk. Tugas
kita adalah menyelaraskan semua aktifitas, amalan kita dengan waktu yang kita
miliki, dengan waktu dan pasangan baiknya. Jika kita menilik kehidupan orang-orang
besar yang hebat dan penuh karya, sebagian besar mereka menggunakan waktunya
dengan pola “sekarang-baik”. Sehingga dia selalu hidup beriringan dengan
kebaikan waktunya. Begitu sebaliknya, mereka yang hidup “biasa” karena waktunya
selalu dipasangkan dengan “sekarang-buruk”. Sehingga dia selalu hidup
beriringan dengan keburukan waktunya, dan mereka adalah yang waktunya habis
dengan amalan buruknya, waktunya habis tanpa karya, dan waktunya habis dengan
sia-sia. Inilah yang menjadi catatan penting yang kemudian kenapa Tuhan banyak
menyebut dalam kalam-Nya, agar kita hidup penuh makna. Menggunakan dan melalui
waktu-Nya dengan penuh karya.
Mereka
yang tidak mengikuti proses perjalanan waktu dengan kebaikannya, maka ia akan
tergilas, tertinggal dengan sendirinya. Dan mereka yang mengikuti proses
perjalanan waktu dengan kebaikannya, maka ia akan dicatat oleh waktu menjadi sebuah
sejarah. Itulah kemudian kenapa sejarah hanya mencatat sebagian kecil ummat
manusia di dunia ini. Waktu menjadi moment yang sangat berharga yang diberikan
satu-satunya dalam kehidupan ummat manusia oleh Tuhan. Saat kita mengabaikannya
sama dengan kita merelakan moment berharga itu berlalu begitu saja.
Hal
yang menjadi penting dalam waktu adalah bagaimana mengelolanya. Jika ia tidak
terkelola dengan baik, maka bukan tidak mungkin akan rusak. Dalam mengelola
waktu, Tuhan sudah banyak mengajarka ummat manusia dalam banyak ayat-Nya. Waktu
fajar, agar kita mengawali waktu dengan sujud di hadapan-Nya. Waktu duha, tempat
kita mengadu rizki-Nya. Waktu malam, agar kita sujud merendahkan dan menumpahkan
peluh aktifitas kita, dan Demi Masa, Allah me-warning kita untuk selalu
dalam koridor iman dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran. Dalam kontek
ini, Tuhan mengingatkan agar kita agar aktifitas waktu kita produktif sepanjang
masa. Dalam kontek ini pulalah Tuhan ingin menyampaikan bahwa produktifitas
waktu kita ada pada ibadah kepada-Nya. Saat kita patuh, disiplin dan
mengutamakan waktunya untuk ibadah kepada-Nya, maka urusan dunia kita akan
Allah mudahkan dengan waktu-Nya.
Sudah
sebuah kepastian, bahwa waktu akan terus berjalan, tidak peduli kita
mengikutinya atau tidak. Waktu akan terus berlalu, tidak peduli kita tumbuh
dengan kebaikan atau tidak. Waktu akan terus berjalan sampai pada masa ia harus
berhenti dan mengakhiri semuanya. Dari hal inilah yang kemudian harus menjadi
perenungan diri ini. Sejauh mana kita berdamai dengan waktu?. Jika saat ini
kehidupan kita masih “biasa”, bisa jadi karena kita selalu mengisinya dengan
rutinitas yang “biasa”, begitu sebaliknya. Hari ini adalah jawaban atas masa
lalu kita, dan jawaban masa depan kita ada pada hari ini. Demikian konsep
waktu, ia akan “kejam” bagi yang melalaikanya, sebaliknya, ia akan “baik” bagi
yang berdamai dengannya.
Semoga kita
senantiasa mampu mengemban waktu sebagai amanat yang Tuhan titipkan. Senantiasa
produktif dan melaluinya dengan amalan yang bermakna. Wallahu ‘alam.
Posting Komentar