Entah berapa tahun Engkau izinkan diri ini hidup di dunia-Mu.
Entah baik atau buruk perilaku ini, Engkau tetap cukupkan dengan segala
kebutuhannya. Entah patuh atau membangkang, Engkau tetap terus memberikan
karunia-Mu. Engkau sudah terlalu baik dalam memenuhi segala keinginan dan
kebutuhan hidup ini. Namun Aku tidak mengerti atau bahkan tidak pernah mau
mengerti kebaikan yang sudah Engkau berikan dalam hidup. Aku lebih sibuk dengan
dunia ciptaan-Mu, Aku lebih sibuk mencari Tuhan lain selain Engkau. Aku lebih
sibuk mencari kebahagiaan selain kebahagiaan yang sudah Engkau syariatkan, dan aku
lebih sibuk membangun citra diri dari pada membangun hubungan lebih baik dengan-Mu,
tapi saat semua kesibukan pencarian hidup itu tak mampu memenuhi segala bentuk
harapan hidupku, aku juga lebih ringan mengalahkan-Mu dari pada membaca dari
apa yang sudah aku lakukan.
Ah! Kotor sekali sepertinya hidup ini. Padahal aku terpandang-pun
karena Engkau ijinkan itu masih bersemayam di diri ini. Aku dihargai orang pun
karena Engkau masih menutupi semua aib kenistaan hidup ini. Lalu aku dengan
bangga berjalan berlenggak lenggok di atas bumi-Mu. Menganggap semua terjadi
karena capaian yang sudah aku lakukan sedang Engkau jarang ada di hatiku.
Padahal semua masalah dalam hidup ini, itu karena ulahku sendiri
dan kebahagiaan serta keberhasilan hidup ini pun atas syariat-Mu. Engkau tidak
pernah membuatku sengsara melebih kapasitasku sendiri, dan Engkau tidak
memberikan ujian melainkan untuk meningkatkan kualitas diriku dan sebagai
nasihat atas kelalaian perilaku yang sudah aku lakukan. Aku tau Engkau tidak
ingin hamba-Nya hidup dalam kelalaianya, karenanya Engkau ciptakan alqur’an
sebagai pedoman hidup hamba-Nya. Karenanya juga Engkau turunkan para nabi-Mu sebagai
pembelajaran hamba-hamba-Nya. Namun aku jarang mempercayai semua itu dan
memilih mencari tuhan-tuhan lain selain diri-Mu.
Ah! Nista sekali sepertinya hidup ini. Saat para hamba-Mu
yang lain membangun kualitas diri di hadapan-Mu, aku memilih untuk membangun
citra diri. Citra agar nampak apik di hadapan para hamba-Mu dan citra agar
nampak berharga di hadapan para makhluk-Mu. Aku lebih suka penilaian dan
penghargaan hamba-Mu dari pada ridho dan restu-Mu. Waktuku pun habis dimakan oleh
strategi-strategi pencitraan, sedang amalku tidak nampak di hadapan-Mu. Saat
hamba-Mu memanggil dan menyanjungku aku terpesona olehnya dan aku segera hadir
memenuhi undangannya, namun saat Engkau memanggilku, aku lebih banyak
memalingkan dan mengacuhkan-Mu. Jika pun aku hadir tak jarang Engkau temui aku
di sisa-sisa waktu dan tenagaku. Sehingga aku pun jarang merasakan
kehadiran-Mu. Al’qur’an-Mu pun lebih banyak menjadi pajangan dari pada diletakan
di dalam hati. Aku bukan tidak ingin bersamanya, namun aku tidak punya banyak
waktu untuk denganya. Pikirku ada yang lebih penting dari pada harus bersamanya
apalagi harus menghafal bagian-bagiannya.
Ah! Bodoh sekali sepertinya hidup ini. Saat yang lain
mempersiapkan bekal terbaik untuk menghadap-Mu. Aku justru lebih asyik menghabiskan
bekalku untuk-Mu. Aku pun asyik hidup dengan tanpa amal sedang masa-Mu terus menghantarkanku
pada-Mu. Tapi itu tidak lantas membuatku tersadarkan bahwa hidup ini memang ada
masanya. Pikirku lebih ingin menikmati keindahan dunia-Mu sehingga tak sempat
mempersiapkan bekal untuk-Mu.
***
Tuhan,
Engkau tau Topeng diri ini sebenarnya. Sesibuk apapun aku menghias topeng ini,
Engkau tau wajahku yang sebenarnya. Aku ingin sekali membuka dan melepaskan
topeng yang menjadi tamengku selama ini, tapi aku terlalu takut menampakkan
perisaiku di hadapan hamba-Mu. Wajahku tidaklah sebaik topengku. Topengku sudah
berhasil aku buat sebaik dari wajah asliku Tuhan. Beri aku waktu memperindah
wajahku agar aku berani tampil dengan wajah asliku dihadapan hamba-Mu, agar
kelak aku buka nanti aku sudah tidak seburuk wajahku saat ini dan aku bisa
hidup bersama-Mu.
Surabaya, 28
April 2016
Posting Komentar