Sebagian besar manusia tidak
mengetahui kenapa ia diciptakan. Alasan ini sepertinya tidak berlebihan jika
melihat fenomena yang terjadi dewasa ini. Karena tidak mengetahui alasan kenapa
diciptakan itulah yang menyebabkan manusia salah bahagia.
Dalam agama, Tuhan menyampaikan
alasan penciptaan makhluk-Nya untuk ibadah kepada-Nya. Namun pesan ini
nampaknya belum tersampaikan pada makhluk-Nya secara utuh. Bukan ayat-Nya yang
salah, namun kebodohan makhluk-Nya itulah yang menyebabkan ketidaktahuannya
kenapa ia diciptakan.
Aristoteles, seorang filsuf asal Yunani
dalam karyanya Ethika Nicomachea, menjelaskan bahwa “Tujuan hidup manusia
adalah kebahagiaan (eduaimonia).” Saat kebahagiaan itu telah
digenggamnya, maka seseorang tidak lagi membutuhkan apa pun. Dengan alasan
kebahagiaan itulah banyak dari manusia yang rela bekerja, banting tulang, pergi
pagi pulang petang. Atas alasan kebahagiaan itu pulalah manusia sibuk mencari
harta dan wanita, atas alasan kebahagiaan itu jualah manusia berebut tahta, dan
atas alasan kesenangan itu jugalah manusia melakukan mabuk-mabukan, narkoba, judi,
perbuatan asusila dan perilaku hedonisme lainnya. Semua itu hampir memang tidak
dipungkiri bahwa faktor pendorongnya adalah atas alasan mencari kebahagiaan.
Berabad lamanya manusia mencari
sumber kebagiaan, namun tak jua didapatkan. Bukan kebahagiaan yang tidak ada,
atau bukan Tuhan tidak menciptakan kebahagiaan. Namun, memang sebagian dari
manusia tidak mengetahui sumber kebahagiaanya. Menganggap bahwa materi adalah
sumber kebahagiaanya, namun taktala ia (materi) diambil oleh Tuhan, mereka
kehilangan kebahagiaanya. Menganggap bahwa tahta dan wanita juga sebagai alat
pembahagianya, saat tahta dan wanitanya diambil Tuhan, mereka juga kehilangan
kebahagiaanya. Menganggap bahwa perilaku hedonisme adalah cara mendapatkan kebahagiaan,
ia (perilaku hedonisme) pun semu dan kebahagiaan yang dicarinya tak juga
didapatkan. Namun sayangnya sebagian besar manusia tak mau mengambil pelajaran
berharga kehidupan ini. Berabad waktu telah membuktikan ke-semu-an itu, namun
manusia pun masih terlena olehnya. Sedang sedikit dari manusia yang berhasil
menemukan sumber kebahagiaan hidupnya, kebahagiaan yang hakiki pemberian ilahi.
Ia (kebahagiaan) tak lekang oleh ruang dan waktu, ia (kebahagiaan) juga tak
tersekat oleh makhluk-Nya. Ia (kebahagiaan) lahir dan bersumber dari ilahi
pemilik nur kebahagiaan abadi.
Itulah alasan kenapa Tuhan
memerintahkan makhluk-Nya untuk beribadah. Sungguh Tuhan tidak butuh ibadah
makhluk-Nya. Karena jika demikian, Tuhan masih terlalu kecil untuk disembah
karena Ia masih bergantung pada makhluk-Nya. Tuhan, Allah sungguh tidak
demikian. Tuhan sungguh dzat maha agung yang tidak bergantung pada makhluk-Nya.
Tuhan dzat maha kuasa atas segala bentuk penciptaan dan pemeliharaan-Nya. Jika pun
seluruh makhluk-Nya mengingkari ketuhanan-Nya, sedikit pun tidak mengurangi
kemahagungan-Nya. Juga sebaliknya, jika pun seluruh makhluk-Nya tunduk, patuh
dan beribadah kepada-Nya, sedikit pun tidak menambah kemahabesaran-Nya. Patuh dan
tidaknya makhluk ciptaan-Nya, tidak mengurangi wibawa kebesaran kerajaan-Nya.
Sungguh Tuhan menciptakan makhluk-Nya
untuk ibadah kepada-Nya adalah untuk kebahagian makhluk-Nya. Tuhan sungguh
mengetahui kelemahan makhluk-Nya yang tak mampu dan kuasa melakukan apa-apa. Tuhan
tau makhluk-Nya butuh sandaran untuk mengadu dan berkeluh kesah. Itulah kenapa
ia perintahkan untuk ibadah, agar makhluknya dapat berkomunikasi dengan-Nya. Agar
ada tempat mengadu dan berkeluh kesah atas segala bentuk dinamika hidupnya. Agar
makhluk-Nya tau bahwa Ia selalu hadir disetiap gerak langkahnya. Agar Makhluknya
tau bahwa ada yang selalu menemani saat semua tiada. Sungguh demikian baiknya
Tuhan terhadap makhluk ciptaan-Nya. Tuhan tak pernah melihat seberapa besar
kemungkaran, kemaksiatan dan kenistaan perilaku hamba-Nya, Ia (Allah) selalu menyediakan
ampunan baginya. Berapa pun kikirnya hamba-Nya, Ia (Allah) selalu mencukupi seluruh
nikmat hidupnya. Berapa pun banyaknya Tuhan disalahkan oleh hamba-Nya, Ia
(Allah) selalu menemani dan membantu kesusahannya. Berapa pun jauhnya hamba-Nya
dengan-Nya, Ia (Allah) selalu hadir lebih dekat dengannya.
Sungguh demikian sayangnya Tuhan
dengan makhluk-Nya, Ia ciptakan ibadah sebagai sumber kebahagiaan hidupnya.
Namun berapa banyak dari hamba-Nya yang mencari kebahagiaan selain dari sumber
kabahagiaan hakiki Tuhannya?. Apapun dan bagaimanapun alasan untuk mencari
kebahagian selain dari-Nya selama itu jualah kebahagiaan tak kunjung ditemukan.
Semoga kita pun lebih pandai melihat dan mencari sumber kebahagiaan hidup.
Kebahagiaan hakiki yang bersumber dari ilahi. Yang hidup kekal abadi di
dalam hati.
Agar, tak lagi seperti orang yang hidup dalam kegelapan.
Agar, tak lagi seperti orang yang hidup dalam kesusahan mencari
kebahagiaan.
Wallahu A’lam.
Surabaya, 16 Mei 2016
Posting Komentar