Mei 2016


Sebagai seorang yang belajar tentang pendidikan, ikut prihatin melihat fenomena dan mendengar informasi seputar masalah pendidikan yang berkembang saat ini. Mulai dari kasus pembunuhan dosen oleh mahasiswanya, memenjarakan guru oleh wali murid lantaran nyubit seorang siswa, yuforia merayakan kelulusan siswa SMP-SMA yang masif di posting di media sosial sampai pada kasus asusila yang dilakukan oleh anak usia dini. Belum lagi bicara soal mutu pendidikan, layanan pendidikan, biaya pendidikan, manajemen pendidikan, profesionalisme pendidik, sampai pada sistem pendidikan nasional yang semuanya masih carut marut. Ya, tidak berlebihan memang jika saya mengatakan demikian. Bukan menyalahkan pemerintah, juga bukan tidak bangga dengan sistem pendidikan yang ada, apalagi menyepelekan usaha pemerintah dalam upaya meningkatakan kualiatas pendidikan nasional. Namun ini adalah fakta yang nampak dan berkembang saat ini, yang semua orang bisa melihat dan menilai bahwa agaknya pendidikan belum mampu menghantarkan peseta didik menjadi manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Demikian tujuan pendidikan nasioanal yang termaktub dalam UU sisdiknas BAB II, Pasal 3, Tahun 2003. Belum lagi jika melihat fungsi pendidikan yang diharapkan oleh negara ini yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kejadian demi kejadian yang bermunculan dalam dunia pendidikan saat ini adalah cerminan pendidikan bangsa yang ada. Jika melihat antara fungsi dan tujuan dengan realita pendidikan yang ada dilapangan nampaknya memiliki rentang yang jauh dari ideal, yang pada akhirnya tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam undang-undang pun seperti sebuah selogan mimpi tanpa wujud nyata. Lalu jika sudah demikian adanya, apa yang bisa kita perbuat?. Guru dikungkung kreatifitasnya dalam mendidik, sedang siswa terlalu diberikan kebebasan bereksplorasi. Pada akhirnya hal ini mengakiibatkan kesenjangan antara pendidikan yang diberikan guru dengan kebebasan siswa yang ada. Guru pada akhirnya hanya melakukan tugasnya untuk mengajar, tidak untuk mendidik karakter siswanya. Sedang siswa bebas bereskplorasi tanpa takut pada etika dan norma. Demikianlah salah satu faktor banyaknya bermunculan masalah karakter pada peserta didik karena guru terlalu takut untuk menegakkan nilai-nilai pendidikan pada siswa karena ia dibatasi oleh aturan HAM, akhirnya guru hanya bisa melihat dan cukup dengan menegurnya tanpa peduli perubahan sikap siswanya. Padahal pendidikan tidak hanya bicara soal pengajaran dan transformasi ilmu dan hal ini disepakati oleh hampir semua para pemerhati pendidikan. Pengajaran dan transformasi ilmu hanya bagian kecil dari pendidikan itu sendiri. Merujuk pada salah satu pakar pendidikan timur tengah doktor Khalid Bin Hamid al-Hazimi dalam kitabnya “usul at-Tarbiyyah al-Islamiyah” setidaknya ada lima makna yang termasuk bagian dari pendidikan yaitu :

1.   Al-islah (perbaikan), pendidikan hendaknya membawa pada perubahan dan perbaikan. Inilah dasar utama dari pendidikan, bahwa pendidikan hendaknya mampu membawa pada perubahan dan perbaikan. Keberhasilan sebuah pendidikan bisa dilihat dari aspek ini. Jika peserta didik tidak memenuhi aspek ini artinya pendidikan bisa dikata gagal. Tolak ukurnya, bisa dilihat pasca peserta didik menerima pendidikan. Apakah membawa perubahan dan perbaikan atau tidak, baik perubahan dan perbaikan pada dirinya, masyarakatnya maupun bangsa dan agamanya. Perubahan itu bisa dilihat dari segi keilmuan, sikap, perilaku, cara berpikir, bernorma dan beretika.

2.  An-Nama’ wa az-ziyaadah (Berkembang dan bertambah), selain membawa pada perbaikan, pendidikan juga bicara soal perkembangan dan pertambahan. Artinya, pendidikan juga mengembangkan minat, bakat dan kecakapan peserta didik untuk mengembangkan dirinya di lingkungan sosialnya. Berkembang dan bertambah juga diartikan sebagai perkembangan dan pertambahan keilmuan peserta didik setelah menerima pendidikan. Apakah peserta didik itu terlihat perkembangan dan pertambahannya atau tidak?. Disinilah tugas pendidikan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan itu.

3.    Nasyaa dan Tara’ra’a (Tumbuh dan Terbimbing), makna ini menyoroti pada proses pendidikan yang dilakukan pendidik terhadap peserta didiknya. Artinya, pendidikan harus mampu memberikan proses yang baik pada peserta didik melalui pembinaan, baik pembinaan skill, pembinaan sikap dan perilakunya. Proses pendidikan yang baik akan melahirkan lulusan yang juga baik, dengan demikian pendidikan juga harus membimbing peserta didik yang baik sebagai upaya melahirkan lulusan-lulusan yang baik.     

4.   Saasahu wa tawalla amruhu (memimpin dan mengendalikan urusannya), dalam hal ini peran guru sebagai pendidik harus mampu mencerminkan perilaku yang baik di depan siswanya. Guru sebagai pendidik adalah seorang pemimpin di mata siswanya, semua gerak langkahnya menjadi panutan siswa dalam berperilaku. Dengan demikian pendidikan harus mampu menyediakan para pemimpin (guru-guru) yang baik, yang berkualitas, tidak hanya dalam segi keilmuannya saja namun juga bermutu dalam berperilakunya. Memimpin juga berarti guru harus mampu mengajak, mendorong siswa untuk berbuat baik, berpikir baik, dan berperilaku baik. Ini jualah yang dinyatakan oleh bapak pendidikan indonesia, Ki Hajar Dewantara Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani (di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat dan dibelakang memberikan dorongan). Sedang yang dimaksud mengendalikan urusannya adalah seorang guru harus mampu mengendalikan semua jenis perilaku dan tindakan siswa yang tidak baik, mencegah dan mengantisipasi terjadinya urusan-urusan yang tidak baik yang terjadi dalam dunia pendidikan, dan makna pendidikan yang terakhir adalah

5.    Ta’lim (Pengajaran), inilah aspek yang sering disoroti sebagai aktifitas pendidikan oleh kebanyak orang, yaitu pengajaran. Pengajaran berarti memberikan, mentransformasikan keilmuan pendidik pada peserta didiknya, dari guru ke siswanya. Pengajaran mencakup semua cabang keilmuan, baik eksakta, sosial, umum, dan bahkan agama. Biasanya pengajaran dilakukan dalam ruangan dengan fasilitas dan media pengajarannya. Pengajaran ini fokus utamanya adalah pelestarian keilmuan ke generasi berikutnya.  

Jika merujuk pada makna pendidikan di atas, agaknya problematika-problematika pendidikan yang berkembang saat ini bisa diminimalisir. Karena pendidikan betul-betul mencover semua aspek nilai dari pendidikan itu sendiri. Baik dari segi pelaksanaan pendidikannya, guru dan siswanya. Banyaknya bermunculan masalah pendidikan di atas salah satunya disebabkan dari biasnya filsafat pendidikan yang dianut, dari biasnya filsafat pendidikan itulah yang mempengaruhi pada sistem, tujuan sampai pada pelaksanaan pendidikan di lapangan. Jika problematika ini terus dibiarkan berkembang di masyarakat, maka akan kehilangan trust / kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan. Jika masyarakat sudah kehilangan kepercayaannya pada pendidikan yang dikelola pemerintah, maka masyarakat akan banyak mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dengan filsafat, tujuan dan pelaksanaan pendidikannya sendiri. Dari yang bercorak entrepreneurship, alam, dan pendidikan berbasis agama. Inilah salah satu faktor maraknya pendirian pendidikan oleh pihak-pihak swasta, hal ini disebabkan tak lain sudah hilangnya kepercayaan masyarakat dengan sistem pendidikan yang ada saat ini.
Pendirian pendidikan baru ini di satu sisi memiliki kebaikan sebagai penyeimbang pendidikan nasioanal yang mengalami krisis mental. Terbukti dengan beberapa pendidikan swasta mampu menciptakan dan melahirkan lulusan-lulusan yang baik secara akademik dan moral. Sistem pendidikannya pun lebih stabil, kondusif dan terjaga dengan baik. Etika, norma, sopan santun masih terlestari dengan cukup baik di linkungan sekolah. Apalagi jika melihat pendidikan-pendidikan yang berbasis agama, masalah-masalah degradasi dan dekadansi moral tersebut mampu terjawab. Pendidikannya pun membekali siswa sikap kemandirian dan tanggung jawab yang terintegrasi pada sistem pendidikan sekolah. Selain itu, pendidikannya lebih memberikan kebebasan kreatifitas yang terbatas sehingga siswa mampu bereksplorasi sesuai tuntunan, etika dan normal. Bicara soal akademik, pendidikan swasta pun sudah mulai menunjukan batang hidungnya. Perlahan tapi pasti mampu membuktikan kualitas pendidikannya. Namun sayangnya di sisi lain pendidikan-pendidikan yang didirikan oleh pihak swasta ini masih terkesan mahal. Kesan ini pun bukan tanpa alasan, melihat realita yang ada menunjukan bahwa memang pendidikan swasta lebih mahal dari pada pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dengan segala bantuan dana pendidikannya. Akibat dari mahalnya biaya pendidikan inilah yang mengakibatkan kesenjangan sosial di masyarakat, bahwa hanya orang yang kaya yang mampu mendapatkan kualitas pendidikan yang baik. Pada akhirnya masyarakat lebih memilih pendidikan apa adanya dengan jangkauan biaya yang mereka mampu. Selain itu lembaga-lembaga pendidikan swasta ini terkesan melakukan komersialisasi pendidikan. Akhirnya, pendidikan bergeser arah yang semula ruang lingkupnya pada pembelajaran dan pendidikan pada kegiatan “bisnis” untuk meraup keuntungan dan kepentingan pemilik lembaga.
“Bisnis” pendidikan ini kemudian disebuat sebagai “Noble Industry”, dan ini akhirnya menjadi masalah baru dimana paradigma pendidikan menjadi “yang mahal yang berkualitas” sedang yang tidak mahal biasa saja. Paradigma ini terus berkembang saat ini di masyarakat bahwa yang mahal-lah yang bagus pendidikannya. Padahal tidak demikian adanya, belum tentu juga yang mahal itu baik pendidikannya, demikian sebaliknya bukan berarti yang rendah biaya pendidikannya tidak berkualitas. Namun sayangnya paradigma ini sudah tertanam dalam benak pikir masyarakat yang ada. Tentu tertanamnya paradigma itu pun bukan tanpa alasan, melihat eksistensi pendidikan swasta yang semakin menujukan eksistensinya di permukaan sedang pendidikan nasional semakin menunjukan keterpurukannya dengan ditandai dengan degradasi dan dekadansi moral yang terjadi akhir-akhir ini.
Akhirnya, ini menjadi tugas besar para praktisi pendidikan untuk bahu membahu, menyamakan langkah dan merapatkan barisan untuk sama-sama memikul beban pendidikan bangsa ini lebih baik. Bukan waktunya untuk berdiam diri melihat fenomena-fenomena yang terjadi saat ini. Jika para praktisi memilih untuk acuh, kepada siapa masyarakat hendak mengadu. Sudah waktunya untuk menyelamatkan pendidikan bangsa ini, agar mampu benar-benar menciptakan bangsa yang bermartabat sebagaimana dimanahkan oleh undang-undang. #SaveEducation




Sebagian besar manusia tidak mengetahui kenapa ia diciptakan. Alasan ini sepertinya tidak berlebihan jika melihat fenomena yang terjadi dewasa ini. Karena tidak mengetahui alasan kenapa diciptakan itulah yang menyebabkan manusia salah bahagia.
Dalam agama, Tuhan menyampaikan alasan penciptaan makhluk-Nya untuk ibadah kepada-Nya. Namun pesan ini nampaknya belum tersampaikan pada makhluk-Nya secara utuh. Bukan ayat-Nya yang salah, namun kebodohan makhluk-Nya itulah yang menyebabkan ketidaktahuannya kenapa ia diciptakan.
Aristoteles, seorang filsuf asal Yunani dalam karyanya Ethika Nicomachea, menjelaskan bahwa “Tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan (eduaimonia). Saat kebahagiaan itu telah digenggamnya, maka seseorang tidak lagi membutuhkan apa pun. Dengan alasan kebahagiaan itulah banyak dari manusia yang rela bekerja, banting tulang, pergi pagi pulang petang. Atas alasan kebahagiaan itu pulalah manusia sibuk mencari harta dan wanita, atas alasan kebahagiaan itu jualah manusia berebut tahta, dan atas alasan kesenangan itu jugalah manusia melakukan mabuk-mabukan, narkoba, judi, perbuatan asusila dan perilaku hedonisme lainnya. Semua itu hampir memang tidak dipungkiri bahwa faktor pendorongnya adalah atas alasan mencari kebahagiaan.
Berabad lamanya manusia mencari sumber kebagiaan, namun tak jua didapatkan. Bukan kebahagiaan yang tidak ada, atau bukan Tuhan tidak menciptakan kebahagiaan. Namun, memang sebagian dari manusia tidak mengetahui sumber kebahagiaanya. Menganggap bahwa materi adalah sumber kebahagiaanya, namun taktala ia (materi) diambil oleh Tuhan, mereka kehilangan kebahagiaanya. Menganggap bahwa tahta dan wanita juga sebagai alat pembahagianya, saat tahta dan wanitanya diambil Tuhan, mereka juga kehilangan kebahagiaanya. Menganggap bahwa perilaku hedonisme adalah cara mendapatkan kebahagiaan, ia (perilaku hedonisme) pun semu dan kebahagiaan yang dicarinya tak juga didapatkan. Namun sayangnya sebagian besar manusia tak mau mengambil pelajaran berharga kehidupan ini. Berabad waktu telah membuktikan ke-semu-an itu, namun manusia pun masih terlena olehnya. Sedang sedikit dari manusia yang berhasil menemukan sumber kebahagiaan hidupnya, kebahagiaan yang hakiki pemberian ilahi. Ia (kebahagiaan) tak lekang oleh ruang dan waktu, ia (kebahagiaan) juga tak tersekat oleh makhluk-Nya. Ia (kebahagiaan) lahir dan bersumber dari ilahi pemilik nur kebahagiaan abadi.
Itulah alasan kenapa Tuhan memerintahkan makhluk-Nya untuk beribadah. Sungguh Tuhan tidak butuh ibadah makhluk-Nya. Karena jika demikian, Tuhan masih terlalu kecil untuk disembah karena Ia masih bergantung pada makhluk-Nya. Tuhan, Allah sungguh tidak demikian. Tuhan sungguh dzat maha agung yang tidak bergantung pada makhluk-Nya. Tuhan dzat maha kuasa atas segala bentuk penciptaan dan pemeliharaan-Nya. Jika pun seluruh makhluk-Nya mengingkari ketuhanan-Nya, sedikit pun tidak mengurangi kemahagungan-Nya. Juga sebaliknya, jika pun seluruh makhluk-Nya tunduk, patuh dan beribadah kepada-Nya, sedikit pun tidak menambah kemahabesaran-Nya. Patuh dan tidaknya makhluk ciptaan-Nya, tidak mengurangi wibawa kebesaran kerajaan-Nya.
Sungguh Tuhan menciptakan makhluk-Nya untuk ibadah kepada-Nya adalah untuk kebahagian makhluk-Nya. Tuhan sungguh mengetahui kelemahan makhluk-Nya yang tak mampu dan kuasa melakukan apa-apa. Tuhan tau makhluk-Nya butuh sandaran untuk mengadu dan berkeluh kesah. Itulah kenapa ia perintahkan untuk ibadah, agar makhluknya dapat berkomunikasi dengan-Nya. Agar ada tempat mengadu dan berkeluh kesah atas segala bentuk dinamika hidupnya. Agar makhluk-Nya tau bahwa Ia selalu hadir disetiap gerak langkahnya. Agar Makhluknya tau bahwa ada yang selalu menemani saat semua tiada. Sungguh demikian baiknya Tuhan terhadap makhluk ciptaan-Nya. Tuhan tak pernah melihat seberapa besar kemungkaran, kemaksiatan dan kenistaan perilaku hamba-Nya, Ia (Allah) selalu menyediakan ampunan baginya. Berapa pun kikirnya hamba-Nya, Ia (Allah) selalu mencukupi seluruh nikmat hidupnya. Berapa pun banyaknya Tuhan disalahkan oleh hamba-Nya, Ia (Allah) selalu menemani dan membantu kesusahannya. Berapa pun jauhnya hamba-Nya dengan-Nya, Ia (Allah) selalu hadir lebih dekat dengannya.
Sungguh demikian sayangnya Tuhan dengan makhluk-Nya, Ia ciptakan ibadah sebagai sumber kebahagiaan hidupnya. Namun berapa banyak dari hamba-Nya yang mencari kebahagiaan selain dari sumber kabahagiaan hakiki Tuhannya?. Apapun dan bagaimanapun alasan untuk mencari kebahagian selain dari-Nya selama itu jualah kebahagiaan tak kunjung ditemukan.
Semoga kita pun lebih pandai melihat dan mencari sumber kebahagiaan hidup.
Kebahagiaan hakiki yang bersumber dari ilahi. Yang hidup kekal abadi di dalam hati.
Agar, tak lagi seperti orang yang hidup dalam kegelapan.
Agar, tak lagi seperti orang yang hidup dalam kesusahan mencari kebahagiaan.

Wallahu A’lam.
Surabaya, 16 Mei 2016


                
        Ada satu kajian menarik pada majelis ilmu yang saya hadiri semalam. Setidaknya ada beberapa point yang “menampar” diri ini untuk kembali memikirkan kedzoliman, kebodohan, dan kenistaan hidup yang selama ini dijalani. Kajian itu syarat dengan nilai-nilai tauhid dan tazkiatun nafs, meski isinya disampaiakan secara sederhana dan lugas, namun memiliki makna yang amat dalam. Pidato itu diawali dengan sebuah pertanyaan “pa, bu, kalau panjenengan hadir di majlis ilmu ini diberi kantong pelastik yang isinya makanan dan atau barang berharga lainnya, kira-kira panjenengan mau bawa pulang kantong pelatik itu ndak?”. Sontak jamaah pun menjawab “ya”, kemudian ditanya lagi, “pa, bu kalau panjenengan diberi kantong pelastik yang didalamnya isinya bekas muntahan orang, kira-kira panjenengan mau bawa itu kantong pelastik atau tidak?”.”tidaak”. Sekilas pertanyaan itu nampak tak memiliki arti dihati para jamaah malam itu, namun taktala dijelaskan baru kemudian mendapatkan maknanya. “pa, bu, sekarang pertanyaanya adalah isi kantong pelastik kita itu opo?, Bagaimana isi dalam diri kita ini?, apik atau elek?”. Pertanyaan ini tidak bisa dijawab oleh lisan, sebagaimana para jamaah malam itu pun memilih berdiam karena pertanyaan ini memang bukan untuk dijawab dengan lisan, namun dengan hati, nurani. Saat isi dalam diri kita ini “kotor”, “jelek” maka begitu pun derajat kita dihadapan Tuhan dan makhluk-Nya. Itulah sebabnya sebaik apapun citra yang dibangun, akan tetap nampak tak “apik”. Meski dibungkus dengan kantong pelastik yang bagus atau bungkus lainnya yang lebih bagus. Karena jika demikian pun, kalau isi didalamnya “kotor” akan tetap tidak ada harganya. Dalam agama, jika isi dan amal diri kita ini baik, maka Allah akan tempatkan di syurga-Nya. Demikian jika isi, amal diri kita jelek, Allah sediakan neraka-Nya.
                Kajian masih berlanjut menjelaskan tentang dosa. “pa, bu, adakah disini yang tidak punya dosa?” demikian sang ustad bertanya. “tidak ada”. “adakah disini yang sedikit dosanya” Tanya sang ustad lagi. “tidak ada”. Pertanyaan berhenti tanpa penjelasan lebih lanjut. “Pa, bu, kenapa Tuhan ciptakan nafsu?, nafsu diciptakan untuk membedakan orang berakal dan tidak, nafsu diciptakan untuk membedakan orang bodoh dan pintar, nafsu juga diciptakan untuk menguji diri pa, bu. Orang bodoh itu karena kalah dengan nafsunya, sedang yang pinter itu yang mampu mengendalikan nafsunya.” Saya yang menghadiri majlis itu berpikir keras untuk menangkap apa maksud dari prolog kajian ini. menangkap makna dengan melihat pada diri sendiri. Pertanyaa-pertanyaan itu membuat diri ini berpikir akan diri ini sebenarnya, “who Im I?”. Hanya seorang hamda yang dhoif penuh lumuran dosa, bahkan sampai tulisan ini dibuat, diri ini masih “kotor” dengan dosa-dosa kedzoliman diri.
Hal ini yang membuat berpikir, kenapa orang masih menghargai diri yang kotor ini?, semua tentu karena Tuhan masih sangat sayang dengan diri ini, menutupi semua aib yang selama ini bersemayam di dalam diri. Demikian dengan saudara, tak usah angkuh hanya baru dipuji orang. Jangan bangga hanya baru dihargai orang, karena kita mulia dihadapan manusia itu bukan karena diri kita yang mulia, tapi Tuhan masih menutupi aib-aib kita, karena Tuhan masih izinkan kemulyaan-Nya bersemayam di dalam diri kita. Begitu pun pada orang lain, tak usah berlebihan menghargai orang lain, juga tak usah berlebihan memuji hamba-Nya. Puji dan hargailah ia karena Allah. Orang mulia, sukses, hebat, sholeh atau apapun itu, bukan dilihat dimasa hidupnya, tapi lihatlah saat setelah wafatnya.
                Kemudian materi dilanjutkan membahas tentang pembersihan jiwa. “Pa, bu, kalau bapak, ibu tau diri ini kotor, apa yang harus dilakukan?”. “dibersihkan” jawab jamaah. “ya, harus dibersihkan. Tapi hati-hati pa, bu, kalau sakit salah berobat bukan nambah sembuh, tapi bakal nambah sakit. Alih-alih taubat, kalau salah jalan bukan tambah bener, tapi bakal nambah rusak. Taubatlah sesuai syariat, sesuai tuntunan alqur’an dan assunah.” Demikian ustad menjelaskan. Pertanyaan kemudian dilanjutkan “Pa, bu yang bener dandan dulu atau mandi dulu?”, “Mandi dulu”, “ah yang bener?” “ya” jawab jamaah. “tapi kita lebih sibuk dandan bu, dari pada mandi. Coba liat orang-orang lebih sibuk “dandan” biar dihormati, dihargai, dipuji orang, sedang dalamnya masih kotor. Bersihkan diri dulu, derajatmu akan datang”. Pernyataan ustad ini mencerimnkan kebanyakan orang saat ini. dimana lebih banyak dan habis waktuny untuk membangun citra diri, sedang mengabaikan “kotoran” yang ada dalam dirinya. Astagfirullahahadzim.
                “Allah itu suci, makanya klo ngadep Allah harus suci” Ustad menjelaskan. “Kalo panjenengan solat tapi masih suka maksiat, berarti solat panjenengan belum nyambung dengan Allah, frekuansi panjenenagan masih belum nyambung dengan frekeunsi Allah. Kalo Allah suci, makanya harus sucikan diri biar nyambung ama Allah. Suci secara lahiriyah, dan suci secara bathiniyah. Suci lahiriyah, itu kenapa sebabnya kita suruh berwudhu sebelum solat, wudhu menjadi syarat sahnya solat, karena Allah suci, sebelum ngadep Allah harus suci. Suci bathiniyah, kita harus membersihkan urusan duniawi kita, membersihkan sifat dan sikap buruk kita, melepas segala kesombongan dan keangkuhan diri dihadapan Allah, merendahkan dan menghinakan diri dihadapan Allah”. Demikian ustad memaparkannya. Ah! Malunya diri ini saat mendengar pemaparan ustad ini. Nampak seperti baik, nampak rajin ibadah namun maksiatnya masih jalan. Sepertinya ada yang salah dengan solatku!. Demikian juga mungkin terjadi pada saudara, lima kali sehari menunaikan ibadah, namun tidak menambah keimanan, lima kali sehari solat namun maksiat masih terus jalan. Solat yang seharusnya membuat Tahsya a’nil fahsyai wal munkar, tapi nyatanya belum mampu membendung kemaksiatan diri kita. Bukan solatnya yang salah, tapi diri kita yang belum baik dalam menjalankan solatnya. Tidak ada janji Allah yang dusta, begitu pun dengan solat. Allah sudah mensyariatkan bahwa solat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Maka saat solat kita belum mampu sampai pada tingkat itu, berarti ada yang salah dengan solat kita. #KuduBanyakBelajar.
                “Sibuklah membersihkan diri pa, bu. Semoga Allah berkenan mengangkat derajat kita. lihat bayi pa, bu. Itulah kemulyaan yang Allah lihatkan pada kita bagi hamba-hamba-Nya yang suci dan bersih. Bayi itu ndak usah apa-apa banyak yang ngurusin. Bayi itu ndak usah sibuk dengan mencari rizki, sudah ada yang menjamin. La kita pa, bu kalau sibuk mbersihin diri, kembali pada fitah, nanti Allah yang ngurusin semuanya. Lihat pa, bu para salafusholih dulu, ndak usah sibuk dengan dunia, Allah cukupkan hidupnya, ndak usah banting tulang, pergi pagi pulang sore, Allah cukupkan rizkinya. Karena apa, karena sibuk bersihin diri, minta ampun ama Allah. Usaha dan kerjanya bukan untuk dunianya, tapi untuk Allah, untuk menyempurnakan ikhtiarnya. Para salafusholih tidak resah, gelisah dengan kekayaan dan kemiskinan dunia karena ia sadar bahwa ada yang lebih dari keduanya, yaitu kunci syurga. Seorang muslim semua sudah dikasih kunci syurga-Nya, tapi masalahnya kunci itu dipake atau ga, opo kunci syurgane lailaha illallah. Kekayaan dan kemiskinan dalah bagian dari episode kehidupan, sebuah titipan. Makane solato, sing bener nggeh, poso o sing bener enggeh. Mugi-mugi Allah lares ngangkat derajat kulo sedoyo,” Ujar sang ustad pada jamaah yang hadir. Kalimat ini, lagi-lagi membuat hati ini damai mendengarkannya. Kesibukan dunia saat ini telah membawa kita pada kegersangan hidup. Hidup sepertinya keriiiing, bahkan tak jarang lupa dengan Allah. Banting tulang mengais rizki, mencampur adukan yang halal dan yang haram, menanggalkan kewajiban beribadah pada-Nya, seolah lupa bahwa yang memberi semuanya adalah Allah, yang meluaskan dan menyempitkan rizki adalah Allah.  
                “Pa, bu lihat sinar matahari, tiap hari kita merasakana hangatnya to. Tapi klo bapak, ibu ada di dalam rumah kira-kira terkena sinar matahari ndak?” tanya pa ustadz “tidak”, “kenapa pa, bu” tanya pa ustad lagi. “karena kehalang tembok, atap” jawab jamaah. “ya demikian pa, bu, cahaya petunjuk Allah itu selalu datang kepada kita, tapi karena dosa kita banyak, makanya tidak masuk, makanya susah ngambil hikmah, itu salah kita sendiri, ojo nyalahno gusti Allah!”. Berapa banyak saudara, dari kita yang demikian adanya, hidupnya seperti dalam kegelapa, hidupnya dalam lingkaran dan lumuran dosa. Sehingga akhirnya susah dekat dengan Allah, susah menerima kebaikan, susah melihat hikmah. Itu bukan Allah tidak adil, tapi itu justru akibat perilaku diri kita sendiri yang menghijab diri dengan Allah.
                Lalu bagaimana cara membersihkan diri dari kotoran dosa yang melekat dalam diri kita?, Ustdz pun memaparkan beberapa langkah pembersih jiwa sesuai syariat agama. “Pertama, sucikan diri, jaga wudhu’ kita, usahakan hari-hari kita dipenuhi air wudu’. Batal-wudu’ lagi, batal-wudu’ lagi demikian seterusnya. Orang bermaksiat itu karena ga suci pa, bu. Wudhu’ membentengi diri dari perilaku-perilaku yang tidak terpuji. Panjenengan tau kisah sahabat bilal yang suatu pagi selepas solat subuh ditanya Raosul. “Ya bilal” engge kanjeng rosul, “Katakan kepadaku apa amalanmu yang paling besar pahalanya yang kamu kerjakan dalam islam? “kelipun ya rasul” takon bilal “Sesungguhnya aku mendengar hentakan sandalmu di syurga”, “Setiap aku berwudu, baik siang maupun malam, aku selalu melakukan solat dengan wudu tersebut ya Rasul” jawab Bilal. Subhanallah pa, bu, Bilal merupakan sahabat rasul yang selalu menjaga kesehariannya dengan berwudhu. Setiap wudhunya itu batal, maka ia akan berwudhu lagi kemudian melakukan solat dua rakaat setelah wudhu tersebut. Kedua, Sabar. Sabaro pa, bu mon di uji maring gusti Allah. Ujian untuk mengukur kualitas keimanan kita. Semua butuh ujian, tidak mungkin panen kalau tidak diuji nandur, tidak mungkin merdeka kalau tidak diuji perjuangan. Ingin mendapatkan nilai bagus tidak mau diuji yo opo. Ujian niku boten wenten sing ngelebihi kapasitas kita pa, bu. Gusti Allah tau kadar keimanan dan keislaman kita. Mon kulo sedoyo sabar, Allah tempataken ning tempat sing luweh luhur. Ada lagi ujian sebagai pelebur dosa-dosa kita, mangkakno sing sabar. Sabar juga saat melihat kemunkaran dan kemaksiatan. Sabar untuk tidak melakukannya. Sabaro untuk menahan dari kesenangan sesaat, ono suargo sing abadi ning akhirat. Kaping telu, rawue ning masjid. Makmurno masjid, makmurno rumah-rumah Allah dengan ibadah-ibadah kita, lan kaping papat orang-orang yang nunggu waktu solat, ia datang sebelum adzan berkumandang, duduk berdzikir siap menghadap Allah. Waktunya hanya untuk menunggu waktu solatnya, dan waktu nunggunya digunakan untuk kebermanfaatan bagi sesama dan amal-amal sholih lainnya”

Demikian kalimat panjang penutup kajian malam itu. Lagi lagi sepertinya diri ini sudah jauh Allah, jauh dari nilai-nilai kebaikan, kering dan tandus. Orang-orang yang “hidup bersama” Tuhan akan selalu menemukan kedamaian akhiratnya tanpa melupakan dunianya. Wallahu A’lam. Semoga ada kebaikan yang membawa manfaat. Amiin.


Esok, 10 Mei 2016, tepat satu tahun perjalanan itu dimulai. Dengan berbagai dan beragam kegiatan telah mewarnai perjalan hidup anak-anak mujahid. Ya, demikian generasi itu dinamai. Berharap anak-anak ini pun kelak benar-benar menjadi para mujahid. Jihad dalam kebaikan, jihad dalam ilmu, dan jihad dalam amal. Satu tahun terlampaui dengan berbagai dan beragam sleksanya, telah menghantarkan mereka pada kehidupan yang diimpikan. Ada yang berkiprah di dunia pendidikan, ada yang memilih untuk bekerja membantu penghasilan orang tua, juga ada yang memutuskan untuk mengambil short course dengan cabang keilmuan yang diminatinya, sedang sebagian lain masih dalam kebimbangan masa depannya. Cermin itu pun sedikit demi sedikit terlihat memantulkan setiap gambar di hadapannya dan satu waktu nanti cermin itu pun akan benar-benar nampak bersih dari noda, sehingga mampu memantulkan gambar yang lebih sempurna. Ya demikian dengan mereka generasi mujahid, masing-masing dari mereka sedang berjuang keras membersihkan “kaca-kaca” diri mereka, agar kelak suatu hari dapat melihat dengan jelas dan sempurna siapa diri mereka sebenarnya, menampilkan wajah perjuangan hidup yang mereka lakoni.

Adik-adikku Generasi Mujahid
Satu tahun berlalu, satu estafet perjuangan telah dilakukan. Terlepas dari apa yang sudah dan sedang dilakoni, rehatkanlah diri sejenak untuk sekedar melihat dan menghela nafas perjuangan. Rehat untuk kembali berpikir merangkai potongan-potongan puzzel kehidupan diri. Kelak, ada yang cepat dan sempurna merangkai puzzel kehidupannya, sebagian lain ada yang lamban merangkai potongan-potongan puzzel kehidupannya. It's depend on your self!
Teruslah bergerak maju, jangan memilih untuk berdiam diri. Karena waktu hidup pun terus berlalu. Saat memutuskan untuk berdiam diri, kita akan tertinggal oleh kehidupan. Berjalanlah meski terkesan lamban, namun bukan berarti menjadi pembenaran untuk merendahkan diri. Ikuti proses perkembangan dan kemajuan waktu dan lakukan percepatan diri, agar kelak bisa berjalan bersama dengan para “pemilik kehidupan”, mereka yang hidup dengan ilmu, amal, agama dan Tuhannya.
Mengkerdilkan diri dengan amal-amal yang tidak baik, menjalani hidup dengan hedonisme hanya akan menghabiskan waktu hidupmu. Masa-mu akan terus berjalan, sedang amal dan ilmumu? #Tanya, waktu-mu akan terus berlalu, sedang sikap dan perilakumu? #Tanya.
Latah dengan eksistensi palsu masa muda tidak akan menambah kualitas hidupmu. Derajatmu bukan dilihat dan dinilai dari eksisnya diri mengikuti kebanyakan orang, namun derajatmu dihitung dari ilmu, amal dan imanmu. Jangan takut hanya karena dikata tak gaul, juga jangan gentar hanya sekedar dikucilkan. Sungguh hidupmu bukan untuk mereka dan sungguh hidupmu pun bukan karena mereka. Hidupmu untuk dirimu dan Tuhanmu!. Biar pun diri kita berhasil, mereka hanya bisa memuji, demikian jika pun kita gagal, mereka hanya akan bisa mencibir. Jangan mengikuti keburukan orang lain, sedang enggan mengamalkan kebaikan orang lain.

Adik-adikku Generasi Mujahid
Rehatlah sejenak, perjuanganmu masih amat panjang. Perjalanmu masih terbentang luas dengan berbagai dinamikanya. Rehatkan diri dari lelahya memikirkan kehidupan. Cobalah ambil dari 24 waktumu untuk melihat “kaca dirimu”, merenungkan perjalanan satu tahun pertama perjuanganmu, meluruskan niat dan memantapkan langkah. Agar kelak esok, kita bisa menatap masa depan lebih cerah, lebih berwarna dengan ilmu, amal dan iman di hatimu. Jika satu tahun pertama perjuanganmu “kering”, rehatkan diri untuk membasahinya, agar kelak esok meneruskan perjuangan, diri ini sudah segar dengan ilmu, amal dan iman di hati. Jika satu tahun pertama perjuanganmu “jauh” dari Tuhan, rehatkanlah diri untuk mendekati-Nya, agar esok melanjutkan perjuangan, diri ini melangkah dengan restu Tuhan. Tak ada yang lebih dahsyat dari restu Tuhan, karena-Nya dapat membesarkan yang kecil dan meluaskan yang sempit. Karena-Nya dapat memudahkan yang susah dan membahagiakan yang sedih.
Untukmu yang masih mencari kebahagiaan dengan mengikuti eksistensi palsu dan kehidupan hedonisme, butuh berapa lagi untuk menikmatinya, menghabiskan waktu dengannya?. Sampai kelak waktu yang ditunggu pun, itu tidak dapat memberi jawaban. Karena kebahagiaan bukan miliknya, tapi milik Tuhan. Saat hidup jauh dari Tuhan, maka jangan meminta kebahagiaan hidup. Saat hidup jauh dari ilmu, jangan meminta lentera kehidupan.

Selamat mengenang awal perjalan berlayar.
Selamat merasakan hangat pelukan ibu-bapakmu.
Selamat merasakan sejuk doa guru-gurumu.
Selamat melanjutkan perjuangan !

Berjanjilan untuk menemuiku di puncak “kesuksesan”!

Surabaya, 09 Mei 2016


Assalamualaikum.Wr.Wb.
Bagaimana kabar saudara hari ini? 
Semoga saudara selalu dalam kebaikan dan rahmat Allah. SWT. Amiin. 
Baik, pada bagian ini saya coba ingin share beberapa koleksi ebook islami yang saya dapatkan dari training, seminar dan sebagian lainnya saya dapatkan dari internet. Ebook ini akan terus saya update sesuai kebutuhan dan sesuai koleksi ebook yang saya miliki. Semoga ebook-ebook ini dapat membawa manfaat dalam khazanah keilmuan kita.

1.   Artikel Aa Gym | Download
2.   Panduan – Meraih Kenikmatan Sholat Khusu’ Download 
3.   5 Habits for good Muslim Download
4.   5 Kunci untuk menguak rahasia kesuksesan sejati Download
5.   The Power of Sholat Tahajud Download
6.   50 Cara cerdas menggunakan waktu Download
7.   Ahli terhadap waktu Download
8.   Attention Power Download
9.   Belief Power Download
10. Berbahagialah Download
11. Berpikir Positif Download
12. Mengenal 9 tipe keperibadian manusia Download
13. Getting Unstuck Download
14. Kamu Pasti Bisa Sukses Download
15. Kekuatan kata “TIDAK” Download
16. Lepas dari Penjara Pikiran Download
17. Manajemen Kecerdasan Download
18. Nggak Sekedar Ngampus Download
19. Quantum Sukses Download
20. Realisasikan 90 Potensi Tersembunyi diri anda | Download
21. Road to Great Success | Download






“Apa yang dilihat peserta didik dari gurunya, itulah ilmu yang didapatnya dan apa yang dilakukan peserta didik, itulah pendidikan yang diterimanya”

Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan merupakan estafet kaderisasi sebuah kebudayaan dan tranformasi keilmuan, maka sepatutnya pendidikan mampu menghantarkan peserta didik mengenal dirinya, ilmunya, lingkungan, agama dan Tuhannya. Hal ini agar output pendidikan benar-benar mampu membuat manusia semakin berbudaya dan berilmu, karena salah satu indikator keberhasilan pendidikan adalah perubahan budaya dan keilmuan peserta didik itu sendiri. Jika pendidikan belum mampu menghantarkan perubahan budaya dan keilmuan peserta didik, maka dapat dikata pendidikan itu belum berhasil.
Secara umum budaya dapat diartikan sebagai sebuah aktifitas, kebiasaan dan sikap-perilaku individu yang dilakukan berulang yang menjadi citra diri seorang individu. Kebiasaan individu yang menjadi citra itu disebut sebagai budaya diri seseorang. Budaya satu individu dengan individu lain memiliki perbedaan. Perbedaan itu disebabkan karena kebiasaan yang membangun citra diri individu itu berbeda-beda. Budaya satu individu dengan individu lain yang berkumpul menjadi satu dalam sebuah sistem tatanan hidup sosial akan membentuk sebuah kebudayaan dan sebuah kebudayaan suatu masyarakat atau kelompok ditentutkan dari budaya masing-masing individu dalam masyarakat atau kelompok tersebut. Dalam pendidikan, kebudayaan satu institusi pendidikan dengan institusi pendidikan lain memiliki perbedaan, dan perbedaan kebudayaan itu disebabkan oleh budaya individu-individu yang berada dalam satuan pendidikan tersebut. Tak terlepas dari budaya pimpinannya, kepala sekolah, guru, karyawan dan seluruh stakeholder lembaga pendidikan tersebut. Peserta didik sebagai subject pendidikan yang menerima estafet sebuah kebudayaan dan tranformasi keilmuan dari sebuah lembaga pendidikan tersebut ditentukan dari budaya dan keilmuan seluruh stakeholder dalam lembaga pendidikan itu. Dari hal inilah mengapa kualitas budaya dan keilmuan peserta didik satu lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya berbeda-beda, karena faktor gen budaya dan keilmuan yang diterima dari kebudayaan dan keilmuan lembaga pendidikan tempat mereka mengampu ilmu, berbeda. Dan alumni sebagai eks peserta didik dari sebuah lembaga pendidikan menjadi cerminan dari sebuah almamaternya.
Alumni dan kiprahnya di masyarakat bisa dijadikan salah satu barometer, cerminan keberhasilan pendidikan suatu lembaga pendidikan. Jika baik dan bermutu alumninya, bisa dikata almamaternya baik. Namun sebaliknya, jika peran serta dan kiprah alumninya di masyarakat dan lingkungan mereka hidup tidak baik, bisa dikata almamaternya pun demikian. Sebagai sebuah lembaga pendidikan, hal tersebut di atas sepatutnya menjadi bahan evaluasi dan perenungan lembaga atas apa yang sudah dilakukan terhadap para peserta didiknya. Apakah layanan pendidikan yang diberikan sudah baik dan sesuai aturan atau sebaliknya masih syarat dengan ketidakbaikkan dan ketidakejujuran.
Pendidikan tidak bisa dilakukan secara main-main apalagi menyampingkan nilai-nilai luhurnya. Mengabaikan layanan pendidikan peserta didik sebagai subject pendidikan dengan mengabaikan  nilai-nilai kebaikan pada peserta didik merupakan tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan. Yang dimaksud dengan mengabaikan layanan pendidikan dengan mengabaikan nilai-nilai kebaikan pada peserta didik adalah dengan membiarkan peserta dalam ketidak-tahuannya, membiarkan peserta didik dalam ketidak-patuhannya, dan membiarkan peserta didik dalam kebodohannya. Lembaga pendidikan sebagai media pelaksana pendidikan harus mampu mendorong, membawa, dan menghantarkan peserta didik pada tatanan hidup yang lebih baik dan lebih berbudaya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan komitment bersama merubah kebudayaan-kebudayaan yang terjadi dalam lembaga pendidikan. Jika tidak ada komitment membentuk kebudayaan yang baik dalam sebuah lembaga pendidikan, maka akan sulit membentuk peserta didik yang juga baik, karena pendidikan yang diterima peserta didik adalah dari kebudayaan yang berkembang dalam satuan pendidikan itu sendiri. Children see, Children do. Apa yang dilihat peserta didik dari gurunya, itulah ilmu yang didapatnya dan apa yang dilakukan peserta didik, itulah pendidikan yang diterimanya. Jika para stakeholder pendidikan tidak mampu menciptakan budaya akademik, maka demikian akan sulit menumbuhkan budaya akademik pada peserta didik. Jika para stakeholder pendidikan tidak mampu menciptakan budaya sopan-santun dan perilaku baik, maka demikian akan sulit menumbuhkan peserta didik yang berkarakter.
Sehingga dengan demikian pendidikan menjadi sangat penting untuk dirumuskan dan dilaksanakan secara baik, agar output pendidikan pun sesuai dengan tujuan utama pendidikan itu sendiri, yaitu perubahan budaya dan keilmuan. Semoga lembaga-lembaga pendidikan yang ada dapat mampu mengemban amanat dan tanggung jawab pendidikan. Amiin.
***
Semoga tulisan ini menjadi bahan diskusi para pengampu pendidikan, utamanya Pondok Pesantren Al-Mubarok yang Esok (Kamis, 05 Mei 2016) akan melahirkan satu alumninya lagi yang ke-10. Semoga semakin banyak melahirkan alumninya, semakin baik mutu pendidikannya.
Amiin

Surabaya, 04 Mei 2016


Teman…
Bagi sebagian orang, kuliah merupakan barang dan kesempatan yang amat berharga dan langka. Banyak dari mereka yang ingin menikmati bangku kuliah seperti kita yang akan, sedang dan telah menikmatinya,  harus pupus di tengah jalan. Mereka pun harus rela menanggalkan harapan, cita-cita dan mimpi mereka hanya demi sebuah kesempatan. Ya, hanya karena kesempatan yang belum berpihak, mereka pun harus ikhlas menerima sebuah realita kehidupan, realita bahwa mereka harus berjuang lebih keras. Taukah teman, berapa besar harapan dan cita-cita mereka hanya untuk merasakan nikmatnya duduk di bangku kuliah dan merasakan manisnya ilmu pengetahuan? Tak terbayang teman, sungguh tak terbayang!. Andai mereka pun memiliki dan atau diberi kesempatan yang sama seperti kita yang merasakan atmosfir pendidikan dunia kampus, tentu mereka tidak harus keras berjuang mengais rupiah, tidak bingung harus kemana mereka menentukan masa depan. Namun demikian, semua itu menjadi sebuah kenyataan yang harus mereka emban demi keberlangsungan kehidupan mareka. Kerasnya mengais rezeki di usia dini bukan lagi menjadi halangan bagi mereka. Menyampingkan kesenangan masa remaja bukan lagi menjadi gengsi bagi mereka. Semua dengan ikhlas mereka jalani hanya untuk sebuah kesempatan, kuliah!. Kita tak pernah tau bagaimana air mata mereka menetes di setiap doanya melihat rekan seperjuangan mereka di bangku SMA bisa bahagia, tersenyum dan menikmati indahnya dunia kampus. Tak jarang mereka harus tersenyum di depan kita hanya untuk menutupi kepedihan realita. Tak jarang juga mereka tertawa lepas di depan kita hanya untuk menghilangkan penat cita-citanya.

Teman…
Kita adalah orang-orang yang beruntung, yang Tuhan berikan kesempatan menikmati indahnya pendidikan. Maka tak ada alasan bagi kita untuk tidak berhasil dan menebar manfaat bagi sesama, bagi mereka yang belum merasakan manfaatnya ilmu pengetahuan. Maka tak ada alasan untuk kita bermain-main menghabiskan waktu kuliah dengan nongkrong, menghabiskan waktu kuliah dengan aktifitas-aktifitas kesia-siaan. Karena jika demikian yang kita lakukan, kita telah lebih mengecewakan mereka yang tidak senasib dengan kita. Kita adalah orang-orang yang diberikan amanat oleh Tuhan untuk menjadi insan cendikia, ilmuan dan akademisi penebar manfaat. Maka saat kita pun masih main-main dengan apa yang kita lakukan di masa kuliah, kita telah menyia-nyiakan amanah Tuhan.

Teman…
Kuliah bukan untuk sebuah gengsi, apalagi sekedar ikut-ikutan agar terlihat beken. Kuliah bukan hanya untuk sebuah pekerjaan, kuliah bukan hanya untuk suksesi masa depan apalagi untuk sebuah jabatan tapi kuliah adalah soal tanggung jawab, soal perubahan dan soal kebermanfaatan bagi sesama. Kuliah adalah sebuah tanggung jawab besar yang harus dipertanggung jawabkan entah pada orang tua, masyarakat, bangsa, agama dan bahkan Tuhan. Kuliah adalah sebuah perubahan cara berpikir, cara pandang, tutur, sikap dan perilaku, dan kuliah adalah soal sebesar apa kebermanfaat diri bagi sesama. Bagaimana pun jadinya kita pasca kampus, gelar pendidikan itu akan terus melekat di pundak kita. Maka tak elok sepertinya bagi kita yang masih mengeluh dengan deretan tugas pak dosen dan tak pantas sepertinya bagi kita yang masih copy paste tugas kuliah, apalagi perkara nitip absen, bolos dan malas kuliah. Karena jika demikian adanya kita telah mencoreng nama baik pendidikan, nama baik kaum akademisi, dan nama baik pembesar cendikiawan. Lebih dari itu semua kita bukan lagi termasuk orang-orang yang bertanggung jawab.

Oleh karenya teman…..
Nikmati masa kuliah kita dengan baik agar kelak bisa menebar manfaat. Nikmati prosesnya dengan bijak agar kelak bisa berprilaku sesuai tuntunan dan hayati perjalanannya dengan baik agar kelak bisa bertanggung jawab dengan apa yang sudah kita lalui. Rumuskan tujuan dan luruskan niat, perbaiki amal dan rubah cara berpikir. Kita bukan sedang main-main yang mudah mengeluhi proses pendidikan. Nikmati prosesnya, lakukan yang terbaik, jauhi hedonisme yang merusak pendidikan, bangsa dan agama. Jadilah mahasiswa yang bijak penebar manfaat, jadilah mahasiswa yang baik penuh kreasi-inovasi dan jadilah mahasiswa yang arif penuh karya. Apapun ilmu yang kita geluti dan Bidang apapun yang kita pelajari pastikan bisa menjadi manfaat bagi sesama, agama bangsa dan negera.

Selamat Berkarya….
Selamat Berjuang….
Selamat berkreasi dan berinovasi

Selamat Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2016
Maju dan Jayalah Pendidikanku!!

Salam Mahasiswa!
Surabaya 02 Mei 2016

Author Name

{picture#https://photos.google.com/photo/AF1QipPhwXqnQPZt7roDvDRN1IYTUDAUIbcEWi69thWv} Selamat Datang dan Selamat Membaca di Suhe's Blog. Blog ini saya buat sebagai tempat belajar dan berbagi. Karena kewajiban seorang muslim adalah untuk terus belajar, dan seorang muslim terbaik adalah yang bermanfaat bagi sesamanya. Semoga memberi manfaat :) {facebook#https://www.facebook.com/akhi.suhe} {twitter#https://twitter.com/suhe_20} {google#https://plus.google.com/u/0/115152556635352635251}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.