Maret 2016


Saya teringat dengan ungkapan ”pemuda hari ini adalah pemimpin hari esok”, “pemuda bukanlah yang mengatakan inilah bapakku, tapi yang mengatakan inilah aku”. Belum lagi ketika saya membaca beberapa tulisan baik artikel, esai, hadist nabi sampai pada firman Allah dalam Al-qur’an yang membahas tentang pemuda, nampaknya peran pemuda mendapatkan posisi yang istimewa dalam kehidupan manusia. Kenapa demikian?, tentu karena peran pemuda sangat strategis dalam kehidupan manusia baik dalam berbangsa, bernegara dan beragama.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tentu kita ingat ungkapan presiden pertama kita yang mengatakan “berikan aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncang dunia”. Ungkapan ini menunjukan bagaimana pemuda memiliki peran penting dalam menghantarkan kemerdekaan bangsa ini. Jika kita tilik dalam literature-literature sejarah bangsa ini, banyak sekali peran pemuda dalam kemerdekaan indonesia. Begitu istimewanya pemuda dalam sejarah kemerdekaan bangsa ini sampai diabadikan dalam momentum sumpah pemuda yang kita peringati setiap tanggal 28 oktober tiap tahunnya. Selain itu tentu kita ingat sekali dengan peristiwa rengasdengklok, sebuah peristiwa yang berada di penghujung perjuangan meraih kemerdekaan, siapa dalang di balik peristiwa itu? para pemudalah yang mendesak para petinggi pencetus kemerdakaan indonesia untuk secepatnya menyusun naskah proklamasi dan menyatakan bahwa bangsa Indonesia ini telah terbebas dari para penjajah. Belum lagi tragedi ’98 yang mampu melengserkan kekuasaan orde baru yang berkuasa selama 32 tahun lamanya, siapa aktor di balik tragedi tersebut? Para pemudalah yang mendesak dan meruntuhkan rezim orde baru tersebut.
Dalam kehidupan beragama tentulah pemuda memiliki peranan, keistimewaan yang jauh lebih luas dari apa yang saya paparkan di muka. Beberapa contoh yang sampaikan di atas, adalah bagian kecil dari konsep pemuda yang disampaikan dalam agama. Agama jauh lebih memiliki konsep, memulyakan pemuda dalam kehidupan manusia. Pemuda disebut sebagai satu kekuatan di antara dua kelemahan dalam agama. Kenapa disebut demikian dalam agama? Mari kita lihat firman Allah berikut ini:
۞ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ ۖ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha Mengetahui lagi maha kuasa (QS. Ar-Rum:54)

Dalam banyak tafsir yang menjelaskan ayat ini, keadaan lemah yang dimaksud dalam ayat ini adalah Allah menciptakan manudia dari setetes air hina kemudian allah jadikan manusia kecil (bayi) yang tidak memiliki daya kekuatan (lemah), kemudian allah jadikan ia kuat (pertumbuhan manusia menjadi sosok remaja dan pemuda) dan kemudian Allah lemahkan kembali (usia tua) ditandai dengan uban.
Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa peran pemuda sangatlah strategis dalam kehidupan manusia itu sendiri. Sosok pemuda diberikan oleh Allah sebuah kekuatan untuk berbuat sesuatu dalam hidupnya. Masa muda allah analogikan sebagai sebuah kekuatan di antara dua kelemahan. Hal ini menunjukan bagaimana pentingnya peran dan fungsi pemuda dalam kehidupan manusia. Sekaligus Allah ingin menyampaikan pada kita bahwa masa muda bukanlah masa yang dihabiskan dengan amalan-amalan yang tidak bermanfaat, karena masa muda adalah sebuah kesempatan yang allah berikan untuk melakukan sebabnyak-banyaknya manfaat. Maka sebuah kerugian besar jika mereka (pemuda) yang melalui masa itu dengan tidak melakukan sebanyak-banyaknya manfaat, sebanyak-banyaknya amal sebelum ia kembali dilemahkan difase kedua oleh Allah SWT pada masa tua nanti. Masa muda adalah sebuah masa keemasan seorang manusia. Langkah-langkah strategis manusia dimulai dari masa mudanya, tak terlepas dari berbagai aspek kehidupan manusia lainnya. Sebuah negara, bangsa yang memiliki para pemuda yang kuat, hebat dan berkualitas akan melahirkan sebuah bangsa yang besar. Sebuah agama yang memiliki pemuda, remaja yang sholih, taat pada Allah dan rosul-Nya, tunggulah masa kejayaan agama tersebut. Tidakkah sejarah membuktikan demikian, islam lahir dan dibesarkan oleh para pemuda. Sebut saja muhammad alfatih, pemuda perkasa yang mampu menaklukan konstantinopel, sebuah kota yang rasul janjikan dan sulit untuk ummat muslim taklukkan. Belum lagi para sahabat-sahabt rasul, abu bakar, umar, usman, ali dan 10 sahabat lainnya yang dijanjikan masuk syurga yang memulai awal perjuangan islam di usia muda, ke-10 sahabat itu usianya dibawah rasulullah, dan merekalah yang menegakkan pilar-pilar agama ini. Subhanallah…!.
Islam sangat memulyakan peranan pemuda, sehingga islam mendidik ummatnya untuk handal diusia muda dengan meletakkan dasar aqidah yang kuat sejak kecil. Rasul mendidik anaknya solat sejak usia 7 tahun, para generasi muslimin lainnya sudah banyak yang mengenalkan alqur’an sejak kecil sehingga banyak bertebaran anak-anak kecil penghafal alqur’an. Dua inilah yang membuat ummat islam jaya dimasanya, karena inilah pondasi dasar penanaman aqidah ummat dalam islam yang membawa islam pada puncak keemasan. Melihat pentingnya peran strategis pemuda itulah, pemuda menjadi objek, sasaran penghancuran islam oleh musuh-musuhnya.
Bertolak dari yang saya kemukakan di atas, saya merefleksikan pada diri sendiri, para pemuda dan remaja saat ini yang sudah hidup jauh dengan solat dan alqur’an. Saat ini, berbicara pemuda dan remaja yang ada dalam benak kita adalah kenakalan remaja, sex bebas, narkoba, miras, buli, geng motor dan segudang label ketidak baikkan lainnya. Anak-anak muda saat ini sudah jauh hidup dari konsep agama dan alqur’an. Sebagian waktunya habis untuk kegiatan yang tidak bermanfaat, hidupnya tanpa karya, dan aqidahnya mudah goyah. Ini semua terjadi karena pemuda sudah dijauhkan dari nilai-nilai agama. Pemuda disuguhkan dengan tontonan-tontonan yang amoral, pemuda dilalaikan dengan kehidupan hedonis yang melemahkan agama. Jika ada pemuda yang baik maka menjadi objek ejekan bahkan diasingkan dalam pergaualan, sebaliknya pemuda yang tidak baik dipuja bak pahlawan. Pemuda yang tidak pacaran, merokok, berpenampilan baik dikata cupu, kampungan dan tidak gaul, tapi sebaliknya pemuda yang gunta ganti pacar, berpenampilan senonoh dikata pemuda modern, pemuda kekinian. Astagfirullah!

Jika bangsa ini dibangun oleh generasi yang lemah, maka jangan berharap menjadi bangsa yang besar, jika agama ini ditumbuhi dengan pemuda yang lemah, tunggulah kehancurannya. Namun sebaliknya bangsa dan agama ini akan jaya, tatkala para pemudanya hidup dengan nilai-nilai alqur’an, pemudanya hidup penuh karya, pemudanya hidup penuh makna. Jika sudah demikian tunggulah masa keemasan itu akan kembali datang. Wallahu a’lam.  



Sebagai mahasiswa pascasarjana Manajemen Pendidikan, mempelajari sistem, metode dan manajemen pendidikan merupakan hal biasa yang dilakukan didalam setiap proses perkuliahan. Bukan tanpa alasan yang pada akhirnya saya memutuskan untuk fokus mempelajari manajemen pendidikan. Bagi saya, ilmu pendidikan menjadi sangat penting dipelajari untuk dapat mengerti konsep pendidikan secara utuh, komprehenship. Pendidikan adalah pilar peradaban umat manusia. Dengan pendidikanlah banyak lahir para ilmuan, cendikiawan, politisi, ekonom, sosiolog, psikolog dan hampir semua lini kehidupan yang ada. Pendidikan menjadikan manusia semakin beradab. Demikian pentingnya pendidikan dan ilmu tersebut, Allah dan Rasul-Nya banyak menjelaskan baik dalam al-qur’an maupun al-hadist. Banyak kita jumpai, baik hadist maupun firman Allah yang menjelaskan tentang urgensi ilmu dan pendidikan bagi ummat manusia. Dalam Qs. Al-Mujadalah:11 Allah berfirman:
  
…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…”. (Qs. Al-Mujadalah: 11)

juga sabda Rasul dalam hadistnya:
  
Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah)
  
Imam syafei, ulama besar ummat muslim juga pernah berujar:

Barangsiapa menginginkan dunia, maka harus dengan ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat, maka harus dengan ilmu. Dan barangsiapa menginginkan keduanya, maka harus dengan ilmu” (Imam Syafei)

Beberapa dalil, hadist dan Firman Allah yang saya kemukakan diatas adalah sebagian kecil dari banyak anjuran tentang menuntut ilmu dan pendidikan. Demikian pentingnya ilmu dan pendidikan, kajian ini tidak bisa dibuat main-main oleh para pemerhatinya. Pendidikan hendaknya dibuat, dibangun dan dilakukan oleh para profesional, dan kompeten dibidangnya. Salah memberikan pendidikan pada generasi penerusnya sama dengan mempersiapkan generasi yang akan merusak diri, lingkungan dan bahkan agamanya sendiri. Oleh karenyanya pendidikan menjadi kajian penting selama proses peradaban manusia berlangsung. Selama manusia itu ada dimuka bumi ini, selama itu pulalah pendidikan itu akan terus ada. Demikian beberapa pertimbangan saya akhirny memutuskan untuk konsen pada bidang ini.
Disisi lain, sebagaimana salah satu alasan saya memutuskan untuk mengambil konsentrasi pendidikan sebagai basis keilmuan saya diatas, adalah ingin mempelajari manajemen pendidikan secara komprehenship, utuh. Saya betul-betul ingin mempelajari dan menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya dalam pendidikan yang selama ini menjadi pertanyaan besar saya dalam hidup. Apa itu pendidikan?, Kenapa harus pendidikan?, bagaimana konsepsi pendidikan yang saat ini berkembang di indonesia maupun di dunia internasional?, darimana konsep-konsep pendidikan tersebut lahir?, bagaimana kurikulum tersebut terbentuk?, bagaimana implementasinya dalam realita dalam pendidikan di lapangan?, dan segudang pertanyaan-pertanyaan lain saya dalam bidang pendidikan lainnya.
Namun demikian, semakin saya mempelajari konsepsi pendidikan yang saat ini berkembang dan banyak digunakan oleh para pakar pendidikan adalah konsepsi barat yang tidak dapat memuaskan hasrat pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan yang saya pelajari. Konsep-konsep pendidikan yang saya pelajari pada akhirnya terhenti pada sebuah tataran konsep tanpa makna, sebuah konsepsi tanpa mampu memberi jawaban atas problematika pendidikan yang saat ini berkembang, dan justru sepertinya konsep pendidikan saat inilah yang melahirkan masalah-masalah dalam tubuhnya sendiri. Kenapa saya mengatakan demikian?, mari kita lihat, Generasi tawuran, generasi sex, generasi pembohong, generasi amoral, generasi gamers dan realitas peserta didik yang terjadi pada saat ini menunjukan bahwa pendidikan belum mampu memberikan jawaban atas problematika diatas. Ya, meski banyak yang mengatakan banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut terjadi, namun tetap pendidikan menjadi faktor utamanya. Bisa jadi selama ini mereka salah dididik, bisa jadi pula pendidikan saat ini yang salah. Pendidikan saat ini nampaknya sudah keluar jauh dari relnya, sudah keluar jauh dari tugas fungsi utamanya. Ini menjadi PR besar bagi mereka para pemerhati pendidikan, ini pula menjadi tugas besar bagi semua pihak untuk mengembalikan nilai pendidikan itu pada fungsi awalnya, yaitu membentuk manusia beradab.
Dalam setiap literatur-literatur pendidikan yang dipelajari hampir di setiap lembaga pendidikan tinggi pendidikan adalah literatur-literaur barat. Tentu demikian tidaklah salah, karena pada hakikatnya selama ilmu itu memberi manfaat bagi banyak orang, ilmu itu tidak salah dan tidak salah pula kita pelajari. Namun hendaknya kita pula harus lebih berhati-hati dalam menerima sebuah keilmuan, apalagi ilmu yang banyak berdampak bagi banyak orang. Salah saja kita mempelajarinya, kemudian kita sampaikan pada yang lainnya, maka hal tersebut akan menjadi bumerang bagi kehidupan manusia lainnya. Saya analogikan seperti seorang anak yang belum mengetahui kebenaran dan kebatilan diberi sebuah pisau oleh seorang pembunuh yang kemudian si pembunuh memberinya ia pengetahuan menggunakan pisau tersebut untuk membunuh orang, kemudian anak tersebut menelannya mentah-mentah. Ia menyakininya bahwa yang disampaikan oleh si pembunuh tersebut benar tanpa menanyakan pada orang tua atau orang baik dalam lingkungan terdekatnya, kemudian ia memberi tahu teman-temannya sama seperti yang disampaikan oleh si pembunuh padanya, maka bukan mustahil jika pisau tersebut akan digunakannya untuk membunuh banyak orang, bahkan bisa lebih dari itu.
Oleh karenanya, akan lebih baik jika keilmuan yang kita pelajari di-tabayun­-in terlebih dahulu, apalagi pendidikan yang akan banyak bersentuhan langsung dengan banyak orang. Ada empat hal yang sering dimasuki oleh konsepsi barat yang akan menghancurkan generasi ummat terdidik. Pertama pendidikan, kedua psikologi, tiga kesehatan dan empat teknologi. Dari empat hal itulah paham-paham yang tidak baik akan menghacurkan generasi penerus ummat. Maka berhati-hatilah!.
Kembali pada apa yang saya sampaikan bahwa sebagian besar literaur-literatur yang saat ini berkembang dalam dunia pendidikan adalah konsepsi-konsepsi barat. Nama tokoh-tokoh seperti John Dewey, Ivan Pavlov, Johann Heinrich Pestalozzi, Jean Piaget, dan Friedrich Wilhelm Augus Frobel adalah sederat nama yang tidak asing dalam dunia pendidikan internasional. Nama-nama tokoh itulah yang menjadi rujukan utama hampir disetiap lembaga pendidikan, tidak terlepas di indonesia. Namun apakah kita mengenal mereka, latar belakang mereka, dan benarkah konsepsi pendidikan yang di gaungkan selama ini?.
Ivan pavlov dikenal sebagai tokoh behavioristik, tokoh psikologi pendidikan dengan eksperimennya yang terkenal pada anjing yang kemudian diterapkan dalam pendidikan sebagai teori stimulus-respon. Pada awal saya menerima teori ini nampak seperti baik dan benar dalam pendidikan, namun nalar saya membawa pada sebuah teori yang tidak bisa diterima oleh logika berpikir saya. Alasan sederhana saya hanya pada ekperimen yang dilakukannya. Selain latar belakang pendidikan, pakar dan keahlian pavlok dalam pendidikan yang juga membuat saya kemudian berpikir ulang, mengkaji ulang kebenaran teorinya. Eksperimen yang dilakukan pada anjingnya tidaklah bisa dijadikan sebagai teori pendidikan yang kemudian diaplikasikan pada manusia sebagai subjek pembelajaran. Jelas bahwa binatang tidaklah sama dengan derajat manusia. Apalagi dijadikan sebagai landasan melaksanakan proses pendidikan.
Frobel dikenal sebagai tokoh kindegarten (taman kanak-kanak) dalam dunia pendidikan. Frobel adalah anak dari tokoh pendeta terkemuka di jerman, ia terlahir sebagai anak tidak terurus oleh orang tuanya dan Ia  hidup dengan pamannya. Taman kanak-kanak lahir sebagai wujud aktualisasi ia sebagai anak yang hidup dalam tekana orang tuanya. Sehingga ia membuat sebuah konsep pendidikan yang kita kenal saat ini taman kanak-kanak dengan selogannya bermain sambil belajar, dan belajar melalui bermain. Nampaknya konsep ini baik dalam pendidikan anak, namun pada akhirnya melahirkan anak-anak yang “liar” dalam pengetahuan dan etika.
Johann Heinrich Pestalozzi disebut sebagai bapak sekolah dasar. Ya, ialah yang menggagas konsep ini. Pestalozzi merupakan anak yang tidak begitu tertarik dengan tugas-tugas belajar yang menggunakan metode menghafal. Ia lebih berminat dengan tugas-tugas yang menggunakan daya imajinasi. Implikasi konsep pendidikan adalah kurikulum yang berpusat pada alam imajinasi anak-anak. Konsep ini menyatakan bahwa anak pada usia SD tidak untuk mempelajari, menghafal sebuah ilmu. namun pada proses bermain, menganalisa dan mendemonstrasikan ilmu. konsep ini mengatakan bahwa menghafal akan memberatkan dan merusak sistem, daya ingat dan kemampuan berpikir anak. Sehingga banyak sekarang SD yang berkiblat pada konsep ini. Padahal dalam islam, konsepsi pendidikan dasar yang harus ditanamkan adalah menghafal sebelum menganalisa dan mendemonstrasikan ilmu. lihatlah para ilmuan muslim dulu, para ulama besar islam dulu yang sedari usia kanak-kanak sudah banyak hafal al-qur’an, hadist bahkan kitab-kibat ulama pendahulunya. Sebut saja imam syafei yang sudah hafal al-qur’an sejak usia tujuh tahun. ibnu sina yang menjadi ahli kedokteran di usia 17 tahun dan ulama-ulama besar islam lain yang justru sedari kecil sudah terbiasa dilatih dengan ilmu.
Selain tiga konsep pendidikan yang saya sebut diatas, yang akhirnya membuat saya berpikir kembali tentang problematika yang terjadi dalam dunia pendidikan kita saat ini adalah kerangka berpikir ilmiah yang menjadi rujukan utama para kademisi. Segala sesuatu perlu dipelajari berdasarkan metode ilmiah, jika tidak ditemukan maka dengan berfikir rasional jika tidak juga ditemukan maka lihatlah ayat Al-qur’an. Kerangka berpikir ini mengajak kita untuk menerima sesuatu jika berdasarkan hasil penelitian, dan menyampingkan ayat-ayat Allah, dan Hadist nabi. Jika sebuah kebenaran yang disampaikan oleh al-qur’an dan hadist, kebenaran itu menjadi tidak menarik dan terkesan hal biasa bahkan seperti tidak percaya. Namun jika kebenaran itu hasil sebuah penelitian, nampaknya kita meyakini bahwa itu adalah sebuah kebenaran. Jika hal ini terus tertanam dalam diri kita, lambat taun iman ini akan terkikis dan kitab suci kita berpindah ke hasil penelitian. Maka jika kita perhatikan di dunia pendidikan, baik sekolah, perguruan tinggi mereka akan mengedepankan penelitian. Mahasiswa dituntut untuk meneliti dan menyampingkan kebenaran yang disampaikan al-qur’an.
Belum lagi doktrinisasi HAM yang terus digaungkan dalam pendidikan yang mengkungkung, membatasi pelaksanaan pendidikan. Sebentar-sebentar HAM, sebentar-sebentar HAM. Anak di pukul HAM, anak dicubit HAM. Padahal Rasul mengajarkan untuk memukul seorang anak yang sudah baligh tidak melakukan solat.
Pada sisi lain islam sudah menjawab perkara-perkara yang saya kemukakan jauh sebelum teori-teori tersebut muncul. Lihatlah firman Allah dalam surat luqman ayat 12-19 yang menjelaskan bagaimana luqman mangajari anaknya. Luqman bukanlah seorang nabi dan rosul, namun namanya diabadikan dalam al-qur’an karena kemulyaannya mendidik anak. Belum lagi pada surat al-baqoroh ayat 129,151, surat ali imron ayat 164, dan al-jumuah ayat 2. Allah sudah mengisyaratkan konsepsi pendidikan yang sangat agung yaitu konsep pendidikan yang diawali dengan “tilawah, tazkiyah dan ta’lim” yang pada akhirnya bermuara pada pengenalan dzat-Nya. Belum lagi pendidikan rosul terhadap para sahabatnya. Bagaimana rasul mendidik para sahabatnya bahkan seluruh ummatnya. Semua konsep-konsep pendidikan itu sudah lengkap dan ada. Problematika pendidikan saat ini dikarenakan para peserta didik tidak dikenalkan dengan Allah, dengan Al-qur’an, dan dengan solat. Kegersangan iman itulah yang menlahirkan banyak masalah dalam pendidikan kita saat ini. Coba kita perhatikan, bukankah masalah akhlak, etika anak-anak di pesantren sudah beres jauh sebelum pemerintah mengembor-gemborkan pendidikan karakter. Semua justru lahir dari jauhnya anak-anak dari Allah, qur’an dan solatnya. Pendidikan saat ini mencoba menjauhkan itu semua dari diri anak sehingga berdampak pada perilaku perkembangan anak.
Semoga para pemerhati pendidikan, para akademisi, para cendikiawan muslim dapat memikirkan, mengkaji ulang tentang konsep pendidikan bangsa ini. Saatnya mengembalikan sistem pendidikan ini pada jalurnya yang benar, pada ajaran al-qur’an dan assunah. Wallahu a’lam.

Dalam proses hidup umat beragama, tentulah semua sepakat bahwa setiap agama memiliki Tuhan yang di sembah, Tuhan tempat menggantungkan semua harapan dan problematika hidup, Tuhan tempat meminta semua harapan dan doa. Sedari dulu sejak agama-agama itu lahir semua memiliki Tuhan yang diyakininnya sebagai dzat yang maha besar. Dalam islam, semua tentulah sepakat bahwa Allah-lah Tuhan semesta alam, Allah yang menciptakan dunia ini dan seisinnya, Allah yang menciptakan dan mematikan hidup setiap maklhuk di dunia, Allah yang memiliki kemahaagungan diri sehingga diyakini oleh ummat muslim sebagai Tuhan tempat kembali dirinya sebagai makhluk bertuhan. Namun dalam realitanya, Tuhan tidak dikenalnya sebagaimana ia mengenal kesibukan duniawinya, Tuhan tidak dikenal sebagaimana ia mengenal orang-orang terdekatnya. Tuhan hanya dikenalnya saat susah, Tuhan ada dalam hatinya saat gundah. Ia (Allah) jarang ditemukan disetiap hati manusia yang mengaku dirinya muslim disaat bahagia, sukses dan berkecukupan materi. Tentu tidaklah salah Allah dikenal disaat sempit, susah, dan gundah gulana, karena Allahlah tempat muara semua amal. Namun, Allah tidak untuk dikenal saat itu saja, Allah tidak untuk disembah saat kondisi itu saja. Allah sebagai Tuhan ummat muslim untuk disembah, dipinta dan dikenal setiap saat, saat lapang maupun saat sempit, saat bahagia maupun sedih, saat susah maupun senang. Allah seharusnya ada dalam hati setiap muslim setiap saat, setiap waktu, tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Karena, terlalu kecil jika adanya Allah masih tersekat oleh ruang, waktu dan kondisi. Igfirlana ya Rabb.
Demikianlah yang terjadi saat ini dalam kehidupan kita sehari-hari. Kesibukan duniawi telah membawa kita lupa pada yang memiliki dunia. Orang-orang dengan ringan menanggalkan ibadahnya hanya untuk urusan dunia yang kecil, demikian pula pada larangan-larangan yang dengan ringan dikerjakan hanya untuk kesenangan sesaat. Sedang perintahnya enggan dikerjakan dengan beribu bahkan berjuta alasan. Mereka seperti tidak mengenal perintah dan larangan Tuhan, mereka seolah tidak mengenal Tuhannya yang telah mengajarkannya melalui kalam-Nya, Al-Qur’an dan sabda nabinya dalam hadist. Ini barulah sepenggal fenomena yang terjadi dalam realita kehidupan kita, Belum lagi dalam urusan-urusan tauhid, aqidah, ibadah dan lainnya yang mencerminkan sebagai makluk beragama namun seakan tidak mengenal Tuhan yang telah menciptakan dirinya, dunia dan seisinya. Fenomena-fenomena tersebut juga mungkin terjadi pada diri kita yang sering lupa akan keberadaan Tuhan, sebagaimana juga terjadi pada saya yang hidup jauh dari Tuhan, hidup jauh dari rahmat al-quran, dan hidup yang jauh dari Nuur-Nya.

">Berikut adalah beberapa koleksi materi-materi perkuliahan saya di Pascasarjana Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Sebagian besar materi-materi berikut ini adalah kompilasi dari tugas-tugas kuliah selama satu semester, namun juga ada beberapa materi-materi dosen saya baik dalam bentuk power point dan e-book.

Bagi pembaca yang membutuhkan, materi-materi berikut bisa didownload pada link yang tertera dibawah ini. Atas alasan akademik, materi-materi yang ada, saya buat dalam bentuk pdf yang tidak bisa di copy maupun di edit. Bagi pembaca yang menginginkan file word/pdf yang bisa di edit silahkan contact saya di: akhi.suhe@gmail.com / hendar_20@yahoo.com  

Daftar Materi Kuliah Manajemen Pendidikan Pascasarjana Pendidikan Unesa
2. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi Pendidikan
    Makalah Model Kepemimpinan Demokratis

    
4. Pengembangan Program Penataran dan Pelatihan
    a. Teknik Komunikasi
    b. Etika Kepemimpinan Aparatur
    c. LAN 2008
   
5. Teori Pengembangan dan Pembaharuan Kurikulum Manajemen
    Pengembangan Kurikulum dan Sistem Pendidikan Nasional
    
6. Wawasan Manajemen Pendidikan
    a. Implementasi Fungsi-fungsi Manajemen Pendidikan
    b. Analisis HDI Indonesia
    c. Analisis Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
    
7. Materi UAS Semester 1 Pascasarjana Manajemen Pendidikan Unesa
    a. Filsafat dan Pengembangan Teori Manajemen Pendidikan
    b. Landasan Pendidikan dan Pembelajaran
    c. Wawasan Manajemen Pendidikan
    d. Pengembangan Kurikulum Pendidikan
    e. Inovasi Manajemen Pendidikan
    f.  Pengembangan Program Penataran dan Pelatihan
        


Makalah ini membahas tentang perpesktif prilaku pemimpin dan proses pengambilan keputusan pemimpin dalam organisasi pendidikan. Selain itu makalah ini juga membahas tentang hubungan filsafat dengan pendidikan, ruang lingkup filsafat pendidikan, epistemologi, metafisika dan aksiologi.

Lebih jauh lagi makalah ini membahas secara mendalam tentanng proses pengambilan keputusan seorang pemimpin organisasi dalam pendidikan. Ada 5 model pengambilan keputusan didalamnya yang dijelaskan dalam makalah ini. 1) Model Rasional, 2) Model Etik, 3) Model Partisipatori, 4) Model Politik dan 5) Garbage Can Model.

Bagi pembaca yang menginginkan makalah fullnya, silahkan download pada link berikut ini : Download
Silahkan dipergunakan untuk kebaikan pendidikan, dan demi menjaga etika akademik, mohon sertakan link blog ini. Terima Kasih 

Buku ini merupakan buku yang juga banyak dicari oleh para praktisi pendidikan atau orang-orang yang berkecimpung dengan dunia pendidikan. Para kepala sekolah, pengawas, maupun mahasiswa manajemen pendidikan.

Buku Effective School Management banyak membahas tentang efektifitas sekolah dalam menjalankan manajemen kependidikannya. Buku ini membahas bagaimana sekolah memiliki pengaruh terhadap perkembangan peserta didik, pengelolaan manajemen sekolah dll.

Bagi para pembaca yang menginginkan e-book buku ini silahkan download pada link berikut ini :


Semua file yang ada free download, silahkan dipergunakan untuk kebaikan dan kemajuan dunia pendidikan 

Bagi para pendidik atau praktisi pendidikan, buku ini sangat representatif untuk di baca. di dalamnya pembaca diajak untuk mengetahui proses belajar mengajar atau pendidikan diabad 21 ini. Buku karya Bernie Trilling & Charles Fadel ini banyak digunakan di lembaga-lembaga pendidikan tinggi, terutama di Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK)

Bagi para pembaca yang menginginkan e-book buku tersebut silahkan download pada link di bawah ini:

Download

WISUDA SANTRI
( Satu Langkah Melahirkan Generasi Muslim Berkarakter )
Oleh : Suhendar
Alumni Angkatan ke-III

Pendidikan merupakan suatu proses pengajaran dan pembentukan kepribadian serta sikap yang wajib di tempuh oleh semua manusia. Pendidikan mempunyai peran penting dalam membentuk manusia berkarakter, karena UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangakan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kedewasaan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Melihat definisi dan misi besar pendidikan yang dirumuskan oleh pemerintah dalam bentuk UU sisdiknas No. 20 tahun 2003 tersebut, pesantren mempunyai peran strategis dalam mewujudkan sistem pendidikan yang dinamis.

Pesantren merupakan pendidikan tertua di Indonesia yang telah banyak berkontribusi dan melahirkan generasi-generasi intelektual muslim. Para lulusan pesantren telah terbukti dan banyak berkiparah di masyarakat, di bidang pendidikan, sosial, budaya maupun di dunia perpolitikan Negara. Bahkan kemerdekaan bangsa Indonesia-pun tidak lepas dari perjuangan para santri, ulama dan kiyai yang sejatinya bergelut di dunia pesantren. Melihat hal tersebut, menunjukan bahwa pesantren mempunyai peran strategis dan memiliki peran penting dalam melahirkan generasi muslim berkarakter, generasi inteletual penerus bangsa dan agama. Selain itu, hal tersebut menunjukan bahwa pendidikan pesantren telah terbukti mampuh melahirkan generasi yang siap mengabdi di masyarakat bangsa dan agama, melahirkan generasi yang mempunyai karakter, sikap dan mental yang baik. Sopan, santun dan senantiasa teguh memegang nilai-nilai moral bangsa dan agama.


Sahabat bunda, kita setiap saat di uji dengan waktu kita, harta kekayaan, kefakiran, penyakit dan lain sebagainya.

Ketika waktu kita tidak di sibukkan dengan pekerjaan kita taat sekali melakukan ibadah, tapi begitu di sibukkan dengan pekerjaan dll, ibadah kita nomer sekiankan bahkan menjadi terlupakan. Namun apa pun profesi kita, kesibukan kita, dan perangkat duniawi lainnya adalah bukan alasan untuk meninggalkan ibadah kita kepada Allah swt.

Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dalam kitabnya ” Nasaihul ‘Ibad ” menerangkan bahwa di hari Kiamat Allah swt akan bertanya :

@ Wahai orang kaya, mengapa kamu tidak beribadah ?”
Lalu mereka menjawab, ” Karena kami sibuk mengurus harta ”
Allah lantas berkata, : “Tidakkah kamu tahu siapa Sulaiman ?” Ia orang terkaya di dunia, tapi dia mau beribadah “






Ya Rabb.....
Entah berapa lama diri ini menghilang….
Entah berapa lama jiwa ini berbuat kmungkaran….
Entah berapa besar raga ini berbalut dosa….

Namun kau tetap peduli pada hamba-Mu yang dhoif ini..….
Kau ingatkanku dengan sejuta cara, agar hamba terus berada di jalan-Mu…..
Nikmat-Mu senantiasa mengalir mengiringi gerak langkahku di dunia….

Padahal…. Jiwa ini sering berbuat dosa,
Padahal raga ini sering melupakan-Mu….

Kau sungguh mulia, Kau sungguh agung, kau sungguh suci….
Kemuliaan-Mu membuat hati setiap insan tak kuasa menerima kabaikan dari-Mu
Keaguangan-Mu membuat kuat dan tegar hati setiap insan.

Akhirnya ku terbangun oleh keagungan dan kesucian cinta-Nya.
Ku mulai membuka mataku perlahan,
dan melihat jam dinding gubuk kecilku…
waktu itu menunjukan pukul 02.20.
kulangkahkan kaki ini menuju sucinya air wudhu.
Menuju dinginnya air yang akan menghalalkan diriku bertemu dengan tuhanku, Allah.
Sejenak ku terhenti di perjalananku menuju kamar kecilku.
Dan ku pandangi indahnya malam itu, di temani dengan kesunyian, terangnya rembulan dan indahnya bintang.
Ku masuki gubuk kecilku,
ku gelar sejadah suciku seraya takbir itu dipanjatkan pada Tuhan semesta alam, Allah SWT
ku awali dengan takbirotul ikhromku sebagai batas haramku melakukan aktifitas duniawi,
dan langkah awalku bertemu dengan Tuhanku.

CHAPTER IEnglish Language Teaching in the “Post-Method” Era: Toward Better Diagnosis, Treatment, and Assessment
In the century spanning the mid-1880s to the mid-1980s, the language teaching profession was involved in what many pedagogical experts would call a search. That search was for a single, ideal method, generalizable across widely varying audiences that would successfully teach students a foreign language in the classroom. To successfully teach students a foreign language in the classroom need a good method.
A PRINCIPLED APPROACH
            Through the 1970s and into the early 1980s there was a good deal of hoopla about the “designer” method. Event though they were not widely adopted standards of practice, they were nevertheless symbolic of a profession at least partially caught up in a mad scramble to invent a new method when the very concept of method was eroding under our feet. We did not need a new method. We needed, instead, to get on with the business of unifying our approach to language teaching and designing effective task and technique informed by that approach. One teacher’s approach may of course differ on various issues from that of a colleague, or even of “expert” in the field who differ among themselves. There are two reasons for variation at the approach level: (1) an approach is by definition dynamic and therefore subject to some “tinkering” as a result of one’s observation and experience; and (2) research in second language acquisition and pedagogy almost always yields findings that are subject to interpretation rather than giving conclusive evidence. These two reasons that differentiate variation of each approach level.

SECTION 2

CHAPTER 3-4
(LESSON PLANNING AND CLASSROOM MANAGEMENT)
In this section, there are two articles that focus on two aspects of a language lessons: planning the lesson and managing the student in the classroom when the teaching learning process. Two kinds of these articles are important to do by the teacher when the teacher teaches a language process in the classroom. Lesson planning is defined as the daily decision a teacher makes for the successful outcome of a lesson. This lesson plan should make by all the teachers before they teach in the classroom. Also the lesson plan should engage yearly, term, unit, weekly, and daily lesson planning (Yinger,1980). In order a teaching language process directed and the teacher knows what should they do in the classroom. Except that, lesson planning is especially important for preservice teachers because they may feel more of a need to be in control before the lesson begins.

SECTION 3
CHAPTER 5-6
(IMPLEMENTING COOPERATIVE LEARNING and MIXED-LEVEL TEACHING : TIERED TASK AND BIAS TASK)
In this section, there are two articles that focus on two aspects of a language lessons, they are implementing cooperative learning and mixed-level teaching: Tiered task and Bias Task. Two kinds of articles have to understand by the teacher in order the teacher can implementing cooperative learning in teaching learning process. not only implementing cooperative learning but also mixed-level teaching: tiered task and bias task. Cooperative learning is more than just putting students in groups and giving them something to do in the class, but cooperative learning principles and technique are tools which teacher uses to encourage mutual helpfulness in the group and the active participation of all members. Cooperative learning also an effective strategy or method to make a student active in the class, they can share knowledge each other with they group and etc. except that, several advantages for cooperative learning are increased student talk, more varied talk, a more relaxed atmosphere, greater motivation, more negotiation of meaning, and increased amounts of comprehensible input (Liang, Mohan, and Early, 1998; Olsen & Kagan, 1992). In the planning stage of cooperative learning, there are many philosophical question to think about, such as whether to stress intrinsic or extrinsic motivation from the learners itself (Graves, 1990), how much choice to give students in such materials as how, about what, and with whom they will coliaborate, and how tightly to structure activities to help encourage effective cooperation (Sapon-Shevin & Schniedewind, 1991). All of those questions are important to plan before teaching learning process or before implementing cooperative learning in the class. Also, before implementing cooperative learning there are several have to think, they are how big should groups be ?, how should groups be formed?, when students are working their group, how can the teacher get the class’s attention?, how long should groups stay together?, how should groups be ended?, what percentage of the time should cooperative learning be used?,

SECTION 4
SYLLABUS DESIGN AND INSTRUCTIONAL MATERIALS

CHAPTER 7-8

( The Elt Curriculum: A Flexible Model For A Changing World –  The Role Of Materials In The Language Classroom: Finding The Balance)
In this section, there are two articles that discuss about syllabus design and instructional materials. In this section we will know how to design a good syllabus and how to good instructional materials. They are the ELT curriculum: a flexible model for a changing world and the role of materials in the language classroom: finding the balance. Two kinds of articles have to understand by the teacher in order the teacher know how to design a good syllabus, as we know that syllabus is an important thing in teaching learning process. Also the paper in this sections focus on issues relating to syllabus design and materials development. As I know that the teacher’s responsible is not only for teaching language for communication and language as knowledge, but also for encouraging learners to take responsibility for their own learning so that they develop skills and strategies for continuing to learn outside of the classroom. So the teacher must be understand and can to make or design a good syllabus.

The term curriculum is open to a variety of definition in its narrowest sense it is synonymous with the term syllabus. And the wider sense it refer to all aspects of the planning, implementation and evaluation of an educational program, the why, how, and how well together with the what of the teaching-learning process. The central focus of the curriculum in this model is the content of what is to be learned by, or transmitted to, the learner. In the classical humanist tradition, the content is a valued cultural heritage, the understanding of which contribute to the overall intellectual development of the learners; and from the point of view of epistemological objectivism, the content is knowledge which has been identified and agreed to be universal, unchanging and absolute.

SECTION 5
TASK AND PROJECT WORK

CHAPTER 9-10

( Implementing Task-Based Language Teaching – Project Work: A Means to Promote Language and Content )
In this section, there are two articles that discuss about syllabus design and instructional materials. In this section we will know how to Implementing task-based language teaching and how to promote language and content which before (last toipic) we have learn how to design a good syllabus and how to good instructional materials.
In implementing task-based language teaching, there are several points that we have to prepare before we design or implanting task-based language teaching. First is topic choices, a key element to the success of this project lies in the fact that the learners or students have primary control over the topic they investigate. Choice topic also is an important thing to implementing task-based language teaching. Second, the fundamental benefit of task, many individual aspect of the project clearly meet the definition of task laid out by skehan (1998).specifically, Skehan proposes that a task is an activity in which meaning is primary, there is a communication problem to solve, and the task is closely related to real-world activities.Next is pre-task activities, are used at several points in the project. They are essential for providing adequate support to the learners in their attempts to deal with a series of complex, challenging task. Then, the negotiation of meaning, communication strategies, and contextual linguistic input, in implementing task-based language teaching, there are several problem that have to face the possible improvement to the project. Skehan (1998) list several major problems which exist where task-based language teaching is concerned. First, although early empirical indications strongly support the use of task as an effective way to conceptualize language teaching, the amount of research is still insufficient. Second, and more worrisome, is the fact that no task-based program has been implemented and subjected to rigorous evaluation. Contents-based instructional allows for the natural integration of sound language-teaching practice such as alternative means of assessment, apprenticeship learning, cooperative learning, integrated-skill instruction, project work, and the use of graphic organization. Project-based learning should be viewed as a versatile vehicle for fully integrated language and content learning, making it viable option for language educators working in a variety of instructional setting, including general English, English for academic purpose, and English for specific purpose.

SECTION 6
LEARNING STRATEGIES

CHAPTER 9-10

( Language Learning Strategies in a Nutshell: Update and ESL Suggestions – Learner Strategy Training in the Classroom: An Action Research Study )
In this section, there are two topic discussions that discuss about language learning strategies in a nutshell: update and ESL suggestions and learner strategy training in the classroom: an action research study. In this section we will know about language learning strategies in a nutshell and how the learner strategy training in the classroom activity
 There are several differentiate in language learning strategies, according to oxford (1990.in Cohen & Weaver, 1998), differentiate learning strategies into cognitive strategy, metacognitive strategy, and affective strategy. Cognitive strategies involve the identification, retention, and retrieval of language elements. For metacognitive, the strategy of this type deal with the planning, monitoring, and evaluation of language learning activities. Affective strategies are those that serve to regulate emotion, attitude, and emotion. These strategies are difference in language learning strategies. Frequently used technique for assessing students’ L2 strategies include informal or formal interviews, group discussion, language learning diaries, dialogue journal between students and teacher, and open-ended surveys. Observation methods are often difficult to employ because many learning strategies are internal and thus invisible to observe. Therefore, much learning strategy research depends on learners’ willingness and ability to describe their internal behaviors, both cognitive and affective (emotion)(Brown, 1989; Harlow, 1988). There are many factors in using the strategies, such as maturity, comprehension of one’s own learning style preferences, and previous experience that separate expert from notice. In learning language, successful learners often use metacognitive strategies such as organizing, evaluating, and planning their learning. Beside successful learners in learning language use metacognitive strategy, learners sometimes are not even aware of the non communicative or rather mundane strategies they use, such as translation, role memorization, and repetition.

SECTION 7
TEACHING GRAMMAR
( Seven Bad Reasons for Teaching Grammar-and Two Good Ones – Addressing the Grammar Gap in Task Work )
In this section, tell us about the important of teaching grammar and how the role of grammar in language instruction. The role of grammar is perhaps one of the most controversial issues in language teaching. In the early parts of the twentieth century, grammar teaching formed an essential part of language instruction. In recent years, grammar teaching has regained its rightful place in the language curriculum. People now agree that grammar is too important to be ignored, and that without a good knowledge of grammar, learners’ language development will be severely constrained. So, in grammar instructional have to follow by good instruction process in classroom.

Interestingly, the mistakes which the Greek teachers regarded as most serious were often those that troubled the native speakers least, and vice versa. The native speakers generally gave higher marks to mistakes which impeded their understanding when discussing the reason for their assessment, many mentioned intelligibility. The nonnative teachers seemed more disturbed by infringements of common grammar rules in discussion they referred frequently to basic mistakes. They seemed most upset by the fact that learners continued to break rules which had been taught earlier and which they should therefore have mastered. Effectively, they were teaching grammar, because it was there. First its tidy, Grammar looks tidy and is relatively teachable although English grammar does not have the kinds of inflectional apparatus which makes German or Latin look so magnificently systematic. Grammar can be presented as a limited series of tidy things which students can learn, apply in exercises, and tick off one by one learning grammar is a lot simpler than learning a language. Second it’s testable, grammar is often used as a testing short cut and because of the wash back effect of testing, this adds to the pressure to teach it. Then grammar as a security blanket, Grammar can be reassuring and comforting. People often regarded grammar as a single interconnected system, all of which has to be learnt, if it is to work properly.

SECTION 8-9
TEACHING PRONUNCIATION – SPEAKING
(PracTESOL: It’s Not What You Say, but How You Say It! – Developing Discussion Skills in the ESL Classroom)
In this two sections, writer combined about two articles which discuss about teaching pronunciation and speaking. In teaching pronunciation, writer discuss about the “PracTESOL: It’s Not What You Say, but How You Say It”, because writer think, that the aim of pronunciation is how we say the words it self. And in teaching speaking, writer discuss about the developing discussion skill in the ESL classroom, writer will share, how to develop discussion skill in ESL classroom, in order the discussion activities in speaking classroom, students more active and participate.
In teaching pronunciation, study how communicate effectively, to communicative effectively, language learners need to become proficient in using the semantic, syntactic, lexical, morphological and phonological elements of the language being learnt, those are the elements of teaching pronunciation. All ESL learners want to be understood by others about the pronunciation, but not all will want to sound like native speakers; psychosocial and individual factors will influence their attitudes and motivation to modify their accent. In pronunciation, not only what the word say, but also how the word say. In teaching pronunciation, there are several steps. First is setting the context, we are as the teacher are teaching a unit of work on personal identification. we have introduced the relevant lexical items and grammatical structures using your preferred methodology. Second, diagnosing learners’ spoken English the phonological features we focus on need to be related to the ‘problems’ the learners are encountering. By this way we can identify individual learner ‘problems’ and those common to the group. Third, selecting the content learning is enhanced when learners are involved in the decision making process and the content of courses is directly related to their immediate needs and context. For these reasons, I believe that it is prudent to not only diagnose the learners’ phonological problems, but also the communicative contexts in which they use English outside the classroom. Forth, incorporating phonology into esl lessons we’ve established that the majority of learners have problems with stress and rhythm and intonation patterns. They’ve indicated that banking is a topic they are interested in. we as a teacher select relevant material for the level you’re teaching.

Author Name

{picture#https://photos.google.com/photo/AF1QipPhwXqnQPZt7roDvDRN1IYTUDAUIbcEWi69thWv} Selamat Datang dan Selamat Membaca di Suhe's Blog. Blog ini saya buat sebagai tempat belajar dan berbagi. Karena kewajiban seorang muslim adalah untuk terus belajar, dan seorang muslim terbaik adalah yang bermanfaat bagi sesamanya. Semoga memberi manfaat :) {facebook#https://www.facebook.com/akhi.suhe} {twitter#https://twitter.com/suhe_20} {google#https://plus.google.com/u/0/115152556635352635251}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.